Kemampuan yang Kini Harus Dimiliki Dokter: Bijak Memakai Media Sosial
Beberapa hari lalu, dunia maya dihebohkan dengan video TikTok di mana perawat mengaku rebutan pasang alat kateter di pasien pria. Lalu ada juga cerita seorang bidan yang menceritakan pasien yang baru saja ia tangani menderita sifilis. Tapi, alih-alih dapat respons positif, konten tersebut justru panen kecaman dari warganet.
Harus diakui, perkembangan media sosial yang pesat membuat orang-orang bisa membagikan aktivitas sehari-harinya, termasuk ketika sedang bekerja. Tapi, yang kurang adalah kesadaran untuk menjadi kurator bagi diri sendiri. Menilai mana yang bisa dan pantas untuk dibagi dan mana yang justru berpotensi jadi bumerang untuk diri sendiri.
Penggunaan media sosial oleh para dokter dan tenaga kesehatan lain untuk mengedukasi para warganet perihal masalah medis sehari-hari memang sedang populer. Penjelasan yang singkat namun memadai sudah cukup untuk dipahami warganet, terlebih kata-katanya datang dari sumber dengan kredibilitas.
Lalu bagaimana dengan para tenaga kesehatan yang justru "blunder" alias membuat kegaduhan dengan konten sensitif tak layak umbar seperti kasus-kasus tadi? Seluruh kode etik sudah menjelaskan bahwa ada batas-batas yang tak boleh dilanggar. Terlebih jika berhubungan dengan pasien sebagai pihak yang menjadi objek konten tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Lepas dari urusan sekadar bercanda, fiktif atau edukatif.
Bagi rekan Sejawat, sejumlah pasal sudah dengan gamblang menjelaskan perkara boleh-atau-tidak memposting sesuatu yang berkenaan dengan situasi medis. Ini tertera dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang sudah disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan supervisi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pasal 10 : Seorang dokter wajib menghormati hak-hak pasien, teman sejawatnya, dan tenaga kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 16 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Lebih jauh, ada dua prinsip yang berkenaan dengan masalah penggunaan media sosial dalam dunia kesehatan. Ini berlaku baik untuk dokter, perawat hingga bidan. Pertama adalah privacy, maksudnya adalah selain diri pasien tidak ada yang boleh mengakses informasi tentang diri pasien. Privacy ini merupakan wujud perlindungan yang diberikan oleh perawat kepada pasien.
Confidentiality, bertujuan agar penjelasan yang diberikan secara jujur hanya boleh diberikan kepada pasien, yang berarti tidak boleh diberitakan secara luas. Makna dari privacy dan confidentiality hampir sama, yaitu tidak memberikan kesempatan orang lain mengetahui tentang keadaan pasien. Apapun harus dilakukan untuk menjaganya.
- MKEKIDI.com. 2015. Kode Etik Kedokteran Indonesia. Diakses pada 14 Juni 2022, dari https://mkekidi.id/kode-etik-kedokteran-indonesia/.
- GMC-UK.org. 2013. Doctors' Use of Social Media. Diakses pada 14 Juni 2022, dari https://www.gmc-uk.org/ethical-guidance/ethical-guidance-for-doctors/doctors-use-of-social-media.
Log in untuk komentar