sejawat indonesia

Melihat lagi Anemia Defisiensi Besi (ADB)

Anemia Defisiensi Besi (ADB) atau Iron Deficiency Anaemia (IDA) menjadi masalah kesehatan global, memengaruhi anak-anak, perempuan dewasa, hingga mereka yang berusia lanjut. Selain itu, ADB juga menjadi komorbiditas umum pada berbagai kondisi medis. Secara global, prevalensi anemia berkisar pada 40-80% dan separuhnya adalah Anemia Defisiensi Besi. Di Indonesia, sekitar 48,9% Ibu hamil menderita ADB, untuk anak usia 12-14 bulan menjadi kelompok usia terbanyak menderita ADB dengan presentase sebesar 36,1%.

Meskipun telah dianggap sebagai masalah kesehatan yang memengaruhi pertumbuhan anak-anak dan wanita hamil, ADB juga termasuk kondisi klinis yang berperan besar pada banyak kondisi, terutama pasien dengan kondisi kronis dan usia lanjut. Berbagai bukti terus muncul tentang peran ADB dalam memperburuk hasil klinis.

 

Hal tersebut mendorong pertimbangan cermat diagnosis dan manajemen Anemia Defisiensi Besi. Etiologi yang beragam dan gejala yang tidak spesifik, menjadi tantangan dalam menentukan diagnosis. Selain itu, ketersedian formulasi suplemen zat besi yang berbeda akan menyulitkan pengobatan.

 

Etiologi

Ada beberapa penyebab fisiologis, lingkungan, patologis, dan genetik dari defisiensi besi yang menyebabkan ADB. Lebih penting lagi, etiologi dapat sangat bervariasi atau cenderung hidup berdampingan pada populasi pasien yang berbeda (anak-anak, wanita, dan orang tua), geografi (negara berkembang dan negara maju) dan kondisi klinis tertentu. Ada juga kompleksitas yang cukup besar terkait terminologi untuk berbagai subtipe Defisiensi Besi yang biasanya digunakan secara bergantian atau bertentangan dalam literatur.

 

 

Variasi Etiologi pada ADB.

CHF (chronic heart failure), CKD (chronic kidney disease), CPD (chronic pulmonary disease), ESA (erythropoiesis-stimulating agents), IBD (inflammatory bowel disease), ID (iron deficiency), IRIDA (iron-refractory iron deficiency anaemia), NSAID (Nonsteroidal anti-inflammatory drugs), PNH (paroxysmal nocturnal haemoglobinuria), PPI (proton-pump inhibitors). 

 

Bentuk etiologi yang beragam misalnya:

  • Anak-anak di negara berkembang: Kurang gizi (Malnutrisi), Gastrointestinal kronis, Peradangan (akibat infeksi).
  • Gagal jantung kronis: Malnutrisi, Gastrointestinal (antiplatelet atau antikoagulan), Inflamasi kronis.
  • Operasi: Kehilangan Darah, Infeksi Pasca Operasi.

 

Diagnosis

Ada tiga pertanyaan penting dalam menentukan diagnosis ADB: Siapa yang harus dites, Tes apa yang harus digunakan, urutan dan ukuran laboratorium apa yang menentukan seorang pasien mengalami ADB?

 

Selama Defisiensi Besi menjadi penyebab paling umum dari Anemia, maka pasien harus tetap dalam kerangka diagnostik anemia, kecuali mekanisme lain yang diduga terjadi lebih umum pada pasien tertentu. Komunikasi aktif bersama pasien berisiko tinggi seringkali menjadi faktor kunci untuk mengetahui gejala atau tanda yang menunjukkan ADB. Namun, itu lebih sering gagal terjadi. Pasien mungkin tidak spesifik, lebih pasif, atau memang kondisi yang tidak memungkinkan komunikasi aktif terjadi (Misalnya usia lanjut). Sehingga, perlu ada pengujian lain terhadap pasien dengan profil tertentu atau satu penyakit yang diketahui memiliki prevalensi ADB yang tinggi.

 

Pemeriksaan diagnostik harus dilakukan untuk anemia dan Defisiensi Besi secara bersamaan. Ketika ADB didiagnosis, pencarian lanjutan untuk penyebab anemia tambahan mungkin diperlukan pada pasien dengan berbagai mekanisme anemia seperti orang tua, kondisi inflamasi kronis, atau pasien dengan malnutrisi.

Algoritma Diagnosis ADB.  


Evaluasi penyebab ADB diperlukan karena jika dapat diobati secara aktif, ini akan membantu dalam resolusi ADB di luar terapi zat besi. Tentu saja, jika pemeriksaan diagnostik menunjukkan anemia tetapi tidak ada Defisiensi Besi, penilaian lebih lanjut dari penyebab alternatif harus dilakukan untuk menetapkan perjalanan pengobatan yang optimal.

 

Namun, pada kelompok berisiko tinggi seperti bayi, anak-anak pra sekolah, remaja, wanita hamil, pemeriksaan diagnostik ekstensif tidak diperlukan mengingat penyebab ADB seringkali fisiologis.

 

Pada pasien yang memenuhi syarat untuk evaluasi diagnostik tetapi tidak menunjukkan bukti laboratorium ADB, penilaian ulang dapat dilakukan pada pemeriksaan berikutnya tergantung pada kondisi yang mendasari dan aktivitasnya.


Baca Juga:

Manajemen

WHO merekomendasikan suplementasi zat besi untuk mencegah Defisiensi Besi atau ADB dalam kasus di mana prevalensi anemia adalah 40% atau lebih tinggi: anak-anak 6–23 bulan (10-12,5 mg unsur besi setiap hari – tetes/sirup, tiga bulan berturut-turut dalam setahun), 24 –59 bulan (30 mg zat besi setiap hari – tetes/sirup/tablet, tiga bulan berturut-turut dalam setahun), 5–12 tahun (30–60 mg zat besi setiap hari – tablet/kapsul, tiga bulan berturut-turut dalam setahun).

 

WHO juga merekomendasikan suplementasi zat besi dalam pengaturan yang sama untuk wanita dewasa yang sedang menstruasi dan remaja perempuan dengan tablet harian zat besi 30-60 mg untuk tiga bulan berturut-turut dalam setahun.

 

Sebuah pertanyaan penting dalam manajemen ADB adalah apakah terapi besi oral atau intravena yang harus digunakan. Secara umum, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan meliputi usia dan jenis kelamin pasien, kondisi yang mendasari dan penyebab ADB, tingkat keparahan anemia atau Defisiensi Besi dan gejalanya, serta kerangka waktu yang tersedia atau dapat diterima untuk melakukan koreksi.

 

Perbandingan Terapi Besi Oral dan Intravena:

ParameterOralIntravena
Absorpsi dan Bioavailabilitas
  • Penyerapan zat besi yang ditelan, rendah (10-20%)
  • Berkurang dalam kondisi peradangan
Tidak terpengaruh peradangan
AdministrasiMudah
  • Memerlukan keahlian dan fasilitas untuk resusitasi jantung paru.
  • Reaksi hipersensitivitas yang berpotensi fatal
  • Dosis berulang
DosisHarian. 3 kali sehariDosis tinggi (single or Multiple)
ResponDapat dibatasiLebih efisien dan durasi yang singkat untuk mengatur level hemoglobin dan indeks besi.
Efeks samping gastrointestinalLebih tinggiLebih rendah
Efek samping lainPerubahan warna kulit
  • Sakit kepala dan nyeri sendi
  • Hypophosphataemia dan osteomalacia dengan beberapa formulasi
EfektivitasRendahLebih tinggi
BiayaRendahLebih tinggi
OverdosisTerdapat potensi overdosis  dengan ferrous saltDapat menyebabkan stres oksidatif pada dosis tinggi.

Terapi intravena secara umum dapat dipertimbangkan ketika respon, tolerabilitas atau kepatuhan terhadap terapi besi oral tidak ideal atau ketika anemia atau Defisiensi Besi parah. Kecuali dikontraindikasikan, terapi besi oral dapat dimulai dan pasien dievaluasi dengan hemoglobin dan indeks besi. Frekuensi pemantauan dan durasi terapi harus bergantung pada kondisi yang mendasari dan tujuan pengobatan spesifik.


Anak-anak sebagai kelompok usia paling rentan mengalami Anemia Defisiensi Besi, tentu memiliki penanganan berbeda dibanding ADB pada kelompok pasien yang lain. Seperti apa penanganan dan langkah preventif yang sesuai untuk mereka?


Temukan jawabannya dengan mengikuti Live CME Anemia Defisiensi Besi pada Pediatri bersama dr. Ranti Astria Hannah, Sp. A, IBCLC hanya di Sejawat Indonesia.


Referensi:

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMenilai Pemberian Antibiotik pada Pasien Pneumonia

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar