Pentingnya Penyuluhan Upaya Perbaikan Gizi di Indonesia
Gizi seimbang masih menjadi polemik dan permasalahan utama bangsa kita. Selain status pendidikan, masalah ekonomi, sosial, dan HAM turut menjadi penghambat status gizi anak Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, setiap keluarga harus mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi tiap anggota keluarganya, sebagai salah satu langkah penerapan upaya gizi seimbang di Indonesia.
Upaya yang perlu dilakukan oleh setiap keluarga yaitu dengan menimbang berat badan anak secara teratur pada fasilitas layanan kesehatan primer yang tersedia di daerah, memberikan ASI eksklusif kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan, menyediakan menu makanan yang bervariasi, menggunakan garam beryodium, dan memberikan suplemen gizi sesuai anjuran petugas kesehatan.
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang standar produk suplementasi gizi, meliputi kpemberian kapsul vitamin A pada balita 6-59 bulan, tablet tambah darah (TTD) pada remaja putri, makanan tambahan untuk ibu hamil kekurangan energi kronik, anak balita kurus, dan anak usia sekolah, makanan pendamping ASI, dan bubuk multivitamin dan mineral.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019 yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan data dari tahun 2013 hingga 2019 tentang prevalensi gizi buruk anak di Indonesia. Angka anak Indonesia yang mengalami stunting menurun dari 37,2% menjadi 27,7%, anak Indonesia yang mengalami wasting menurun dari 12,1% menjadi 7,4% sedangkan yang mengalami kekurangan berat badan menurun dari 19,6% menjadi 16,29%.
Apa saja upaya yang harus dilakukan?
Pertama adalah pemberian ASI. Pemberian ASI dapat dimulai dengan inisiasi menyusui dini yang dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu jam segera setelah lahir.ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya lebih tinggi dengan warna susu yang lebih putih.
Selain mengandung zat makanan, ASI juga mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak akan mengganggu enzim lain di usus. Sebaliknya, susu formula tidak mengandung enzim tersebut sehingga penyerapan makanan sepenuhnya bergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi.
Kedua, hal yang diperhatikan oleh Kemenkes adalah kekurangan vitamin A pada balita. Oleh karena itu, Posyandu dan fasilitas kesehatan lainnya membagikan vitamin A secara gratis bagi anak balita setiap bulan Februari dan Agustus demi menunjang kebutuhan anak agar tidak mudah terserang penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare, dan infeksi lainnya karena daya tahan tubuh anak menurun.
Ketiga, pemberian tablet tambah darah (TTD) kepada wanita usia subur. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya siklus menstruasi pada wanita setiap bulannya. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat menyebabkan produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat diperoleh melalui makanan bersumber protein hewani seperti hati sapi, ikan, dan daging merah.
Namun, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga diperlukan asupan zat besi tambahan yang diperoleh dari TTD. Pemberian TTD bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat besi bagi para remaja putri yang akan menjadi ibu di masa yang akan datang. Dengan cukupnya asupan zat besi sejak dini, diharapkan angka kejadian anemia pada ibu hamil, pendarahan saat persalinan, berat badan lahir rendah, dan balita pendek dapat menurun karena dilakukan pencegahan dini.
Keempat, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronis (KEK). Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan kurang energi kronis (KEK). Berdasarkan pemantauan status gizi tahun 2016, 53,9% ibu hamil mengalami defisit energi (<70% AKE) dan 13,1% mengalami defisit ringan (70-90% AKE). Untuk kecukupan protein, 51,9% ibu hamil mengalami defisit protein (<80% AKP) dan 18,8% mengalami deficit ringan (80-99% AKP).
Salah satu identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran lingkar lengan atas <23,5cm. Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang standar produk suplementasi gizi adalah biskuit yang mengandung protein, asam linoleate, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral. Dalam rangka memperingati Hari Gizi Nasional yang jatuh setiap tanggal 25 Januari, diharapkan tenaga kesehatan dapat lebih aktif memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga gizi dan turut mendukung program Menkes dalam menerapkan upaya gizi seimbang di Indonesia.
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia 2019
Log in untuk komentar