Temuan-Temuan Terbaru terkait Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi ginekologis kronis yang memengaruhi sekitar 190 juta perempuan di seluruh dunia. Meskipun beberapa orang dengan endometriosis tidak mengalami gejala apa pun, namun di banyak kasus, kondisi ini ditandai dengan nyeri panggul parah yang dapat meningkat saat berhubungan seks, menstruasi yang menyakitkan dan berat, kelelahan, dan masalah kesuburan.
Diagnosis penyakit ini melibatkan tinjauan riwayat medis mendalam yang dikombinasikan dengan pemeriksaan fisik, tes skrining/pencitraan, dan dalam beberapa kasus, operasi laparoskopi. Saat ini, belum ada perawatan yang tersedia untuk menyembuhkannya, tetapi ada obat-obatan yang tersedia untuk mengelola gejala. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan analgesik (obat penghilang rasa sakit) dapat diresepkan, serta obat-obatan hormonal termasuk pil kontrasepsi. Pada individu tertentu, operasi untuk mengangkat jaringan endometriosis, atau untuk mengangkat sebagian atau seluruh organ yang terkena, mungkin saja akan direkomendasikan.
Meskipun prevalensinya tinggi, endometriosis masih kurang terdiagnosis, hal ini menyoroti perlunya peningkatan kesadaran, penelitian, dan pilihan pengobatan yang lebih baik.
Membuat atlas sel endometriosis
Tahun lalu, para peneliti dari Cedars Sinai menggunakan teknologi genomik sel tunggal untuk memetakan profil molekuler endometriosis yang memberikan rincian tentang susunan selular yang kompleks dari kondisi tersebut. Analisis yang dipublikasikan di Nature Genetics tersebut menggunakan hampir 400.000 sel dari total 21 individu yang terkena atau sehat untuk mengidentifikasi perbedaan molekuler yang jelas antara berbagai subtipe penyakit tersebut.
Hasilnya, kini dapat digunakan oleh para peneliti di seluruh dunia untuk mempelajari jenis sel tertentu yang menjadi spesialisasi mereka, yang diharapkan akan menghasilkan diagnosis dan pengobatan yang lebih efisien dan efektif bagi pasien endometriosis.
Studi genetik endometriosis terbesar hingga saat ini
Para ilmuwan di Universitas Oxford – bekerja sama dengan 24 tim peneliti internasional – melakukan studi genetika endometriosis terbesar hingga saat ini, yang diterbitkan dalam Nature Genetics. Dengan menggunakan data dari UK Biobank dan 23andMe, mereka melakukan studi asosiasi genom secara luas terhadap lebih dari 60.000 individu yang didiagnosis dengan endometriosis dan lebih dari 700.000 subjek kontrol.
Studi tersebut mengungkap 42 area genetik yang secara signifikan terkait dengan penyakit tersebut, banyak di antaranya terkait dengan persepsi nyeri. Para peneliti juga mengidentifikasi korelasi genetik dengan endometriosis dan beberapa kondisi nyeri, yang menunjukkan adanya kemungkinan mekanisme bersama. Temuan mereka menawarkan peluang yang menjanjikan untuk mengembangkan perawatan yang ditargetkan dan berpotensi mengalihkan fokus dari terapi hormonal ke terapi berbasis nyeri untuk penanganan endometriosis.
Endometriosis dan IBS memiliki faktor risiko genetik yang sama
Peneliti dari University of Queensland menyelidiki hubungan antara endometriosis dan gangguan gastrointestinal (GI) dalam studi mereka yang dipublikasikan di Cell Press.
Mereka menganalisis data dari 188.000 pasien di UK Biobank, yang mengungkapkan bahwa mereka yang didiagnosis dengan endometriosis memiliki kemungkinan yang jauh lebih tinggi untuk didiagnosis dengan sindrom iritasi usus besar (IBS) dan penyakit refluks gastro-esofageal.
Studi tersebut menekankan potensi predisposisi genetik bersama antara dua kondisi tersebut, dan menyoroti potensi untuk menggunakan kembali obat-obatan yang ada, seperti pentoksifilin, untuk mengatasi gejala umum di kedua kondisi tersebut. Namun, hal itu juga menimbulkan kekhawatiran mengenai penggunaan NSAID dalam manajemen endometriosis, mengingat potensinya untuk memperburuk komplikasi GI.
BACA JUGA:
Mikrobioma usus berubah pada mereka yang menderita endometriosis
Mengingat hubungannya dengan gangguan GI, para peneliti tengah menyelidiki peran potensial mikrobioma usus dalam perkembangan penyakit endometriosis. Para ilmuwan dari Baylor College of Medicine menggunakan model tikus baru untuk menunjukkan bahwa perubahan mikrobioma usus secara signifikan memengaruhi pertumbuhan lesi endometriosis.
Studi yang dipublikasikan di Cell Death & Discovery tersebut menunjukkan bahwa tikus yang bebas kuman menunjukkan lesi yang lebih kecil daripada kelompok kontrol, sementara tikus yang menerima transfer mikrobioma feses dari tikus dengan endometriosis mengalami peningkatan pertumbuhan lesi. Para peneliti juga mengidentifikasi metabolit turunan mikrobioma tertentu, seperti asam quinic yang mendorong proliferasi sel dan pertumbuhan lesi.
Studi ini mengusulkan penggunaan metabolit mikrobioma sebagai penanda diagnostik, menawarkan pendekatan non-invasif untuk mengidentifikasi dan memantau endometriosis.
Endometriosis dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi kejiwaan
Selain kondisi GI, endometriosis juga dikaitkan dengan beberapa penyakit penyerta lainnya, termasuk gangguan kejiwaan. Sebuah studi dari Yale Medicine menyelidiki interaksi antara endometriosis dan kondisi kejiwaan seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan dalam sebuah studi yang diterbitkan di JAMA Network Open.
Saat penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental ini hanyalah akibat sampingan dari nyeri kronis, studi tersebut mengungkap dasar genetik yang berbeda, memperluas pemahaman kita tentang endometriosis di luar implikasi reproduksinya.
Studi tersebut menggunakan data dari UK Biobank yang melibatkan lebih dari 8.200 pasien endometriosis dan 194.000 orang sehat sebagai kontrol. Para peneliti menemukan peningkatan prevalensi kondisi kejiwaan di antara mereka yang menderita endometriosis dan menemukan varian genetik yang sama yang menghubungkan endometriosis dengan depresi.
Referensi:
- Fonseca MAS, Haro M, Wright KN, et al. Single-cell transcriptomic analysis of endometriosis. Nat Genet. 2023;55(2):255-267. doi: 10.1038/s41588-022-01254-1
- Rahmioglu N, Mortlock S, Ghiasi M, et al. The genetic basis of endometriosis and comorbidity with other pain and inflammatory conditions. Nat Genet. 2023;55(3):423-436. doi: 10.1038/s41588-023-01323-z
- Yang F, Wu Y, Hockey R, et al. Evidence of shared genetic factors in the etiology of gastrointestinal disorders and endometriosis and clinical implications for disease management. Cell Rep Med. 2023;4(11):101250. doi: 10.1016/j.xcrm.2023.101250
- Chadchan SB, Naik SK, Popli P, et al. Gut microbiota and microbiota-derived metabolites promotes endometriosis. Cell Death Discovery. 2023;9(1):28. doi: 10.1038/s41420-023-01309-0
- Koller D, Pathak GA, Wendt FR, et al. Epidemiologic and genetic associations of endometriosis with depression, anxiety, and eating disorders. JAMA Netw Open. 2023;6(1):e2251214. doi: 10.1001/jamanetworkopen.2022.51214
Log in untuk komentar