Berbagi Hal Personal di Media Sosial ternyata Lebih Baik Menurut para Dokter
Selama beberapa dekade, para dokter telah dilatih untuk memisahkan kehidupan pribadi dari kehidupan profesional mereka. Hal tersebut untuk mempertahankan identitas mereka sebagai pakar tepercaya di manapun berada, termasuk di Media sosial. Sudah begitu banyak kasus yang menunjukkan akun seorang dokter ‘diserang’ netizen karena dianggap tidak profesional, sebab menampilkan hal-hal personal mereka.
Di sisi lain, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan untuk tampil profesional dapat menyebabkan kelelahan dan bahkan bunuh diri. Tekanan tersebut juga dapat merusak hubungan dokter dengan masyarakat, karena orang cenderung mempercayai ahli yang tidak hanya berpengetahuan luas, tetapi juga hangat dan ramah.
Bagaimana pendapat dari perspektif dokter? Satu studi menunjukkan bahwa — terlepas dari tekanan tersebut — dokter merasa penting untuk menunjukkan sisi personal mereka di media sosial. Hal tersebut bagi mereka adalah cara yang baik untuk menjadi komunikator kesehatan yang efektif, mereka melihat bahwa menampilkan "diri manusia" serta "diri profesional" memungkinkan mereka untuk menjadi panutan perilaku sehat dan menjadi lebih mudah bergaul dengan pasien dan masyarakat.
BACA JUGA:
- Tiktok: Sebuah Manfaat atau Ancaman bagi Profesi Dokter?
- 8 Hal yang Harus Dokter Hindari di Media Sosial
Dokter di X
Dari penelitian tersebut, terungkap bahwa para dokter menggunakan menggunakan media sosial X karena berbagai alasan, mulai dari alasan profesional hingga alasan yang sangat pribadi. Mereka menggunakan platform tersebut untuk terhubung dengan rekan kerja, mengadvokasi perubahan sosial, meningkatkan kesadaran tentang isu keadilan sosial, dan mengedukasi masyarakat tentang topik kesehatan.
Kegiatan sosialisasi ini bukan sekadar hobi atau minat bagi para dokter, tetapi bagian inti dari peran profesional mereka. Seperti yang dikatakan seorang dokter: “Saya merasa ini adalah bagian dari pekerjaan saya. Ini adalah bagian dari apa yang saya lakukan sebagai dokter untuk mengedukasi audiens saya.”
Yang terpenting, para dokter juga menggunakan X untuk menunjukkan sisi yang lebih manusiawi, dengan mengunggah foto keluarga, hewan peliharaan, liburan, hobi, dan banyak lagi. Banyak juga yang berterus terang tentang kegagalan dan perjuangan mereka dengan kesehatan mental, dengan menjelaskan bahwa mereka ingin menunjukkan kepada masyarakat umum (tetapi juga mengingatkan beberapa rekan medis mereka) bahwa dokter "adalah manusia... seperti orang lain."
Para dokter merasa penting bahwa postingan dan profil mereka mencerminkan jati diri mereka yang sebenarnya dan bukan hanya kredensial profesional mereka, meskipun mereka juga menunjukkannya. Seperti yang dikatakan seorang dokter: “Ini saya. Saya seorang dokter. Saya seorang wanita. Saya seorang ibu.”
Menunjukkan jati diri mereka yang sebenarnya
Para dokter menjelaskan bahwa menunjukkan sisi manusiawi mereka bukan hanya sesuatu yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri, tetapi juga merupakan cara untuk membangun hubungan saling percaya dengan pasien. Mereka sangat menyadari bahwa kepercayaan sangat penting untuk perawatan medis yang efektif, meningkatkan kemungkinan pasien akan kembali untuk kunjungan tindak lanjut dan mematuhi anjuran kesehatan.
Seperti yang dikatakan oleh seorang dokter, "Sejujurnya, saya rasa saya mendapatkan kredibilitas karena menunjukkan sisi kemanusiaan saya... Begitu mereka mengetahui siapa saya sebagai seorang manusia, saya berharap hal itu akan membuat mereka lebih bersedia mendengarkan ketika saya mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan medis."
Para dokter juga berbagi jati diri mereka untuk menciptakan perubahan sosial, baik dalam profesi mereka maupun dalam masyarakat luas. Menyadari tingginya tingkat stres yang dihadapi mahasiswa di sekolah kedokteran, mereka berharap dapat menjadi panutan bagi para dokter masa depan bahwa "dokter tidak bisa menjadi dokter sepanjang waktu" dan mendorong mereka untuk bekerja demi keseimbangan kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik. Para dokter juga menggunakan profil mereka untuk menyuarakan isu-isu keadilan sosial yang penting, seperti keberagaman dalam bidang kedokteran dan krisis iklim.
Terkadang, keterbukaan dokter tentang identitas dan keyakinan pribadi mereka menimbulkan ketegangan dalam kehidupan profesional mereka. Misalnya, beberapa menerima komentar dari atasan yang merasa penggunaan media sosial mereka "terlalu pribadi." Yang lain mengalami pelecehan, termasuk komentar yang menyinggung tentang ras atau jenis kelamin mereka.
Namun, para dokter dalam penelitian tersebut merasa bahwa menunjukkan sisi manusiawi ini penting — karena hal itu membuat mereka menjadi komunikator media sosial, dokter, dan warga negara yang lebih baik. Dengan menunjukkan jati diri mereka secara daring, mereka merasa dapat menunjukkan kepada rekan kerja, calon dokter, dan masyarakat bahwa menjadi dokter sekaligus manusia adalah hal yang mungkin — dan bahkan bermanfaat.
Hm… Bagaimana menurut Teman Sejawat?
Referensi:
- Maggio LA, Céspedes L, Fleerackers A, Royan R. ‘My doctor self and my human self’: A qualitative study of physicians' presentation of self on social media. Med Educ. 2024; 58(10): 1192-1204. doi:10.1111/medu.15384
- Marshal M, Niranjan V, Spain E, et al‘Doctors can’t be doctors all of the time’: a qualitative study of how general practitioners and medical students negotiate public-professional and private-personal realms using social mediaBMJ Open 2021;11:e047991. doi: 10.1136/bmjopen-2020-047991
- Elkbuli, Adel MD, MPH*; Sutherland, Mason BS*; Shepherd, Aaron BS*; Kinslow, Kyle BS*; Liu, Huazhi MS†; Ang, Darwin MD, PhD, MPH†,‡; McKenney, Mark MD, MBA, FACS*,§. Factors Influencing US Physician and Surgeon Suicide Rates 2003 to 2017: Analysis of the CDC-National Violent Death Reporting System. Annals of Surgery 276(5):p e370-e376, November 2022. | DOI: 10.1097/SLA.0000000000004575
Log in untuk komentar