sejawat indonesia

Dua Faktor Risiko Baru untuk Demensia

Mengobati gangguan penglihatan dan menangani kolesterol tinggi adalah dua cara baru untuk menurunkan risiko timbulnya demensia. Begitu isi rekomendasi dari laporan yang diterbitkan 31 Juli 2024 lalu.

Para ilmuwan kini telah mengidentifikasi 14 masalah kesehatan yang, jika dikurangi atau dihilangkan, secara teoritis dapat mencegah hampir setengah dari demensia di dunia.

Orang-orang setengah baya dan yang tinggal di negara berkembang, paling banyak memperoleh keuntungan dari penargetan faktor-faktor risiko tersebut. Diperkirakan jumlah orang yang hidup dengan demensia dapat meningkat dua kali lipat menjadi 153 juta pada tahun 2050.

Tidak Ada Kata Terlambat

Demensia terjadi ketika suatu penyakit, seperti Alzheimer, merusak sel-sel saraf di otak dan menyebabkan kebingungan dan hilangnya ingatan–tetapi itu bukan bagian yang tak terelakkan dari proses penuaan.

Sebagian besar penyebab kita terkena demensia disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan, seperti gen yang kita warisi dari orang tua dan kakek-nenek kita. Namun, menurut para ahli internasional di bidang ini, 45% risiko kita dapat diubah dan karenanya dapat dikurangi.

"Tidak ada istilah terlalu dini atau terlambat untuk mengambil tindakan," kata penulis laporan, Prof. Gill Livingston, dari University College London.

Para peneliti telah menyusun daftar rekomendasi yang harus menjadi fokus negara-negara di seluruh dunia, seperti:

  • Membuat alat bantu dengar dapat diakses oleh mereka yang mengalami gangguan pendengaran
  • Memastikan pendidikan berkualitas baik untuk semua
  • Mendukung orang untuk berhenti merokok
  • Mendorong latihan dan olahraga
  • Mengurangi tekanan darah tinggi sejak usia 40 tahun
  • Mengobati kolesterol tinggi sejak usia paruh baya
  • Mengobati obesitas sedini mungkin
  • Mengurangi masalah konsumsi minuman beralkohol
  • Memastikan orang tidak terisolasi secara sosial atau kesepian
  • Pemeriksaan masalah penglihatan dan pemberian kacamata bagi mereka yang membutuhkan
  • Mengurangi paparan masyarakat terhadap polusi udara

 

Faktor risiko demensia — Update 2024 (Sumber: 2024 report of the Lancet standing Commission)

 

Kolesterol Tinggi dan Demensia

Komisi Lancet mengenai Demensia sebelumnya tidak menemukan bukti yang tersedia terkait konsentrasi tinggi kolesterol LDL sebagai salah satu faktor risiko demensia. Bukti meta-analitik mengidentifikasi bukti yang tidak konsisten dari HIC bahwa kolesterol LDL yang tinggi di usia paruh baya, tetapi tidak di usia lanjut, mungkin menjadi faktor risiko penurunan kognitif, demensia karena sebab apa pun, dan penyakit Alzheimer.

Namun, berbagai penelitian lanjutan menunjukkan bahwa Kolesterol otak berlebih dikaitkan dengan meningkatnya risiko stroke dan penumpukan amiloid β dan tau otak, menunjukkan adanya mekanisme potensial untuk hubungan antara kolesterol LDL dan demensia.

Secara keseluruhan, terdapat bukti yang berkualitas tinggi, konsisten, dan masuk akal secara biologis yang menunjukkan bahwa kolesterol LDL yang tinggi di usia paruh baya merupakan faktor risiko demensia. Pedoman WHO tahun 2019 menyarankan bahwa pengelolaan dislipidemia di usia paruh baya dapat ditawarkan untuk mengurangi risiko penurunan kognitif dan demensia, tetapi kualitas buktinya rendah.

Hilangnya Penglihatan dan Kaitan dengan Demensia

Para ilmuwan belum menyimpulkan secara pasti terkait hubungan kehilangan kemampuan penglihatan dan Demensia. Namun, mereka mengatakan bahwa di kemudian hari hubungan dua hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh penyusutan otak karena tidak lagi perlu memproses aspek penglihatan tertentu.

Kehilangan penglihatan juga dapat membatasi kehidupan seseorang, membuatnya lebih jarang keluar, lebih terisolasi, dan memiliki lebih sedikit pengalaman baru yang pada akhirnya menambah jumlah faktor risiko Demensia semakin banyak dan terakumulasi.

Di banyak sistem kesehatan, gangguan penglihatan dapat diobati. Namun, hal itu lebih menjadi masalah di negara-negara berkembang yang tidak memiliki sumber daya yang sama.


BACA JUGA:


Kini, ada lebih banyak bukti daripada yang ada saat Komisi Lancet 2020 diterbitkan yang menyatakan bahwa intervensi dapat membantu mempertahankan kognisi dan mencegah demensia. Intervensi ini harus ditujukan kepada orang-orang yang paling membutuhkannya. Di banyak negara, intervensi yang diketahui bermanfaat bagi penderita demensia tidak tersedia atau menjadi prioritas.

Diagnosis berkualitas baik, perencanaan perawatan, dan dukungan pascadiagnosis yang disesuaikan memungkinkan pencegahan bahaya, pengobatan gejala neuropsikiatri, dan perlindungan kualitas hidup bagi penderita demensia dan pengasuh keluarga mereka. Intervensi yang efektif memang ada, tetapi tidak diberikan dalam skala besar kepada semua orang yang akan mendapat manfaat darinya.

Munculnya obat pengubah penyakit untuk demensia merupakan terobosan ilmiah yang telah lama ditunggu, tetapi hasilnya bervariasi dari yang positif hingga netral, dan implikasi klinisnya masih belum jelas. Ada kemajuan yang menggembirakan di bidang biomarker, tetapi biomarker saja tidak cukup untuk membenarkan diagnosis. Secara klinis, biomarker hanya boleh digunakan untuk membantu mengklasifikasikan neuropatologi pada penderita demensia, khususnya penyakit Alzheimer. Pengobatan dengan obat dan psikososial terus berkembang, dan jumlah penderita demensia lebih banyak daripada sebelumnya. Oleh karena itu, perawatan bagi penderita demensia dan keluarga mereka kini menjadi semakin penting.


Referensi: Dementia prevention, intervention, and care: 2024 report of the Lancet standing Commission, The Lancet, 2024

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaTes Darah yang Baru untuk Kanker Usus Kini Disetujui

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar