sejawat indonesia

Hukum dan Metode Penanganan Aborsi

Berdasarkan data dari berbagai sumber, termasuk laporan WHO dan UNFPA, jumlah kasus aborsi di Indonesia berkisar antara 750.000 hingga 1.500.000 per tahun, dengan sekitar 2.500 kasus yang berujung pada kematian. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa praktik aborsi merupakan fenomena yang signifikan dan memerlukan perhatian khusus. Namun, sayangnya, kasus aborsi di Indonesia masih menjadi dilema dan memunculkan pendapat pro dan kontra. Sehingga, dalam melakukan tindakan, para Tenaga Kesehatan juga seringkali mengalami dilema. 

Hukum Aborsi di Indonesia

KUHP baru “memperbolehkan” korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual untuk melakukan aborsi (selama usia kehamilannya tidak lebih dari 14 minggu) dan bagi mereka memiliki indikasi kedaruratan medis. Namun, patut digarisbawahi KUHP baru atau UU 1/2023 ini baru akan berlaku pada 2 Januari 2026 mendatang.

Pasal 60 UU Kesehatan juga mengatur tentang aborsi:

  1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
  2. Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan:
    1. oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
    2. pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan
    3. dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.

Lalu, untuk saat ini, bagaimana hukum yang berlaku? 

Sebagaimana diterangkan dalam Bunyi Pasal 364 KUHP tentang Aborsi, dalam konteks ini, berlaku asas lex specialis derogat legi generali; UU Kesehatan (yang lebih khusus) mengesampingkan KUHP lama (yang merupakan peraturan yang lebih umum). Selain itu, berlaku pula asas lex posterior derogat legi priori, di mana UU Kesehatan merupakan peraturan baru, sehingga dapat mengesampingkan KUHP yang merupakan peraturan lama.

Pasal 62 UU Kesehatan menerangkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai aborsi diatur dengan peraturan pemerintah. Pemerintah baru saja mengeluarkan PP 28/2024 atau yang dikenal pula dengan sebutan PP Kesehatan. Dalam PP 28/2024 ini, aturan aborsi dimuat dalam Pasal 116 s.d Pasal 119. Berikut ringkasan syarat aborsi dalam PP Kesehatan atau PP 28/2024.

  1. Aborsi dapat dilakukan atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya yang menyebabkan kehamilan (Pasal 116 PP 28/2024).
  2. Indikasi kedaruratan medis yang dapat diaborsi meliputi kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; serta kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga tidak memungkinkan hidup di luar kandungan (Pasal 117 PP 28/2024).
  3. Pembuktian kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekeran seksual lainnya dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian; dan keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan atau kekerasan seksual tersebut (Pasal 118 PP 28/2024).
  4. Pelayanan aborsi harus dilakukan pada fasilitas kesehatan lanjutan (seperti klinik utama, rumah sakit umum, atau rumah sakit khusus) sesuai standar yang ditetapkan oleh menteri; dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang (Pasal 119 PP 28/2024).

Penanganan Aborsi: Aborsi Medis Vs. Aborsi Bedah

Aborsi medis dilakukan dengan memasukkan obat khusus ke dalam tubuh untuk mengakhiri kehamilan. Aborsi medis melibatkan penggunaan dua jenis tablet. Tablet pertama, mifepristone, menghentikan hormon progesteron, yang dibutuhkan untuk kehamilan. Hal ini menyebabkan lapisan rahim rusak dan menghentikan pertumbuhan embrio.

Setelah mengonsumsi mifepristone, pasien harus menunggu 36–48 jam sebelum mengonsumsi tablet kedua, misoprostol. Misoprostol membuat serviks (lubang rahim) lebih lunak dan memulai kontraksi untuk menggugurkan kehamilan.

Sedangkan, aborsi bedah dilakukan di unit operasi. Biasanya, metode ini ditempuh untuk kehamilan yang berusia antara 9 hingga 14 minggu. Berikut adalah beberapa metode operasi yang dapat digunakan:

  • Aspirasi Vakum

Metode ini diterapkan selama trimester pertama atau awal trimester kedua kehamilan. Prosesnya melibatkan penggunaan alat berbentuk tabung kecil untuk menyedot janin dan plasenta dari rahim. Prosedur ini hanya boleh dilakukan oleh dokter yang terlatih di lingkungan medis seperti rumah sakit. Sebelum prosedur dimulai, pasien akan diberikan anestesi lokal di area serviks untuk mengurangi rasa sakit. Meski demikian, pasien mungkin masih merasakan kram perut akibat kontraksi rahim saat jaringan diangkat. Prosedur ini umumnya memakan waktu sekitar 10 menit dan tidak cocok untuk semua kondisi. Misalnya, jika rahim memiliki bentuk abnormal, ibu hamil mungkin menghadapi risiko seperti gangguan pembekuan darah atau infeksi panggul.

  • Dilatasi dan Evakuasi (D&E)

Dilatasi dan evakuasi (D&E) adalah prosedur aborsi yang biasanya dilakukan pada trimester kedua, yaitu setelah usia kehamilan melebihi 14 minggu. Metode ini direkomendasikan dalam kasus-kasus tertentu, seperti kondisi fisik janin yang sangat parah atau masalah medis khusus pada ibu. D&E menggabungkan beberapa teknik, termasuk aspirasi vakum, penggunaan forsep (alat penjepit), dan dilatasi kuret. Pada hari pertama, dokter akan melebarkan serviks agar lebih mudah mengeluarkan jaringan kehamilan. Di hari kedua, dokter menggunakan forsep untuk mengangkat janin dan plasenta, serta kuret—alat berbentuk sendok—untuk membersihkan lapisan rahim. Prosedur ini cukup menyakitkan, tetapi dokter akan memberikan obat pereda nyeri untuk membantu mengurangi rasa sakit.

  • Dilatasi dan Kuretase

Prosedur ini sering disebut sebagai kuret atau kuretase, yang bertujuan untuk menghilangkan jaringan abnormal di dalam rahim. Dilatasi mengacu pada pelebaran leher rahim, karena leher rahim tidak akan terbuka secara alami. Setelah dilatasi, tahap selanjutnya adalah kuretase, yaitu proses mengikis sisa-sisa jaringan di rahim. Jika dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini, metode ini cenderung lebih mudah dan aman.

  • Histerotomi Perut

Histerotomi perut adalah salah satu metode aborsi yang termasuk dalam kategori operasi besar karena memerlukan sayatan di perut untuk mengeluarkan janin dari rahim. Prosedur ini jarang dilakukan, namun menjadi pilihan ketika metode dilatasi dan evakuasi tidak memungkinkan. Selama operasi, pasien akan diberikan anestesi total sehingga tidak sadar selama prosedur berlangsung.


BACA JUGA:


Dalam kasus yang jarang terjadi apabila aborsi medis tidak berhasil, aborsi bedah dapat dilakukan. Kadang-kadang setelah aborsi medis atau bedah, jaringan tertinggal di rahim. Jika itu terjadi, dosis misoprostol lagi (tablet kedua) dapat diberikan atau prosedur bedah selanjutnya untuk mengangkat jaringan.

Beberapa individu mungkin juga akan mencari konseling berbasis dukungan untuk membantu mereka mengatasi emosi yang mungkin menyertai aborsi. Membantu pasien memahami perbedaan dan persamaan antara aborsi medis dan bedah diperlukan agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat tentang kesehatan reproduksi mereka.


Referensi:

  • Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  • Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan
  • John J Reynolds-Wright, Mulat A Woldetsadik, Chelsea Morroni, Sharon T Cameron, Pain management for medical abortion before 14 weeks’ gestation: A systematic review, Contraception, Volume 116, 2022.
  • Lydia Mainey, Catherine O'Mullan, Kerry Reid-Searl, Unfit for purpose: A situational analysis of abortion care and gender-based violence, Collegian, Volume 29, Issue 5, 2022.
  • Clinical Guideline for Abortion Care: An evidence-based guideline on abortion care in Australia and Aotearoa New Zealand (2023). RANZCOG, Melbourne, Australia. 
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaMengapa Banyak Orang Begitu Mudah Ditipu Janji-Janji Kesehatan?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar