KLB Polio : 30 Provinsi Dinyatakan Berisiko Tinggi
Meski kini penderitanya sudah sangat jarang, penyakit polio
justru kembali menjadi momok di Indonesia. Ini berasal dari kebijakan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menetapkan status Kejadian Luar Biasa
(KLB) Polio pada hari Sabtu kemarin (19/11/2022). Penetapan ini didasari
ditemukannya satu kasus yang menimpa seorang anak berusia tujuh tahun asal
Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, Aceh.
Anak tersebut dibawa ke RSUD Teuku Cik Ditiro Sigli setelah
mengalami gejala demam disertai kelumpuhan pada kaki kiri. Kasus Polio pada
anak tersebut baru dikonfirmasi setelah terbitnya hasil laboratorium pada 10
November lalu, dan ia dinyatakan positif polio tipe dua. Kini Pemerintah
Kabupaten Pidie bergerak cepat dengan melakukan imunisasi.
Ini adalah situasi rumit lantaran Indonesia sudah dinyatakan bebas dari Polio oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO sejak tahun 2014. Akibatnya, perhatian Kemenkes tertuju pada Pidie untuk membendung laju penyebaran penyakit yang menyerang sistem saraf tersebut.
Anak penderita polio
itu memang tidak punya riwayat perjalanan antar daerah, tapi otoritas setempat
mengambil langkah cepat. Seluruh anak berusia 0-13 tahun di Provinsi Aceh akan
mendapat 2 putaran imunisasi Polio yang dimulai pada tanggal 28 November
mendatang.
Kendati demikian, situasi jadi sedikit rumit sebab pemberian vaksin Polio kepada anak –secara IPV atau OPV– justru menurun drastis di seluruh Indonesia (termasuk Aceh) sejak 2020, saat awal munculnya pandemi COVID-19. Sehingga Polio berkesempatan menjadi momok lantaran menurunnya tingkat kewaspadaan.
Baca Juga :
- Konsumsi Carnitine Sebelum Kehamilan Mengurangi Risiko Autis Pada Anak
- Mengenal Mikrosefali Pada Anak Dengan Lebih Rinci
Cakupan imunisasi yang rendah juga membuat Polio kembali mengancam anak-anak. Hal itu didapat dari penyelidikan epidemiologi yang dirilis oleh Kemenkes. Masih ada faktor risiko lain yakni kurangnya kesadaran penduduk menjaga perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satunya, ternyata masih banyak yang BAB terbuka di sungai, di saat air sungai menjadi sumber aktivitas penduduk sekaligus tempat bermain anak-anak.
Memang Indonesia sudah dinyatakan bebas, tapi Polio tak pernah benar-benar pergi. Tahun 2018 lalu, sejumlah negara Asia Tenggara melaporkan temuan kasus Polio yakni Indonesia, Myanmar, Filipina, dan Malaysia. Ini jadi yang pertama dalam satu dekade, sehingga langsung mengejutkan banyak pihak.
Bahkan jumlahnya di Indonesia terus bertambah dalam dua berikutnya
(2018-2020). Rinciannya yakni 12 kasus Polio VDPV tipe 1, 14 kasus Polio VDPV
tipe 2 dan sampel polio lingkungan positif VDPV sebanyak 19 sampel dan VDPV
tipe 2 sebanyak 23 sampel.
Masih pada tahun 2018, WHO melakukan penilaian risiko transmisi polio di Indonesia. Indikator yang digunakan yakni imunitas populasi, surveilans dan penyampaian program. Hasilnya, sebanyak 23 provinsi (76,5%) berisiko tinggi dalam transmisi Polio, termasuk Aceh. Ada 9 provinsi (23,5℅) berisiko sedang, dan cuma Bali dan DI Yogyakarta berisiko rendah.
Tentu saja data tersebut belum memasukkan empat provinsi baru (Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat) yang baru dimekarkan tahun ini. Meski data tersebut tergolong cukup tua, tapi masih relevan dan menjadi pedoman Kemenkes hingga sekarang.
Imunisasi adalah pencegah imunisasi paling ampuh. Tapi, faktanya di lapangan, baru ada 4 provinsi yang tergolong bukan high risk Polio. Selain Bali dan DI Yogyakarta, ada juga Jambi serta Banten. Sehingga total 30 provinsi lainnya secara otomatis kini dinyatakan berisiko tinggi Polio, sekaligus menjadi PR besar bagi otoritas kesehatan setempat.
Di sisi lain, data berbeda disajikan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2020. Baru 8 provinsi dengan persentase anak usia
12-23 bulan yang memperoleh imunisasi dasar lengkap tertinggi, yakni :
- Bali : 82,82
- Jawa Tengah : 76,5
- NTT : 73,54
- DI Yogyakarta : 73,07
- Bengkulu : 72,07
- Gorontalo : 72,02
- Kalimantan Timur : 71,37
- Lampung : 71,29
Data BPS agaknya punya banyak perbedaan dengan versi WHO,
kendati nama Bali dan DI Yogyakarta masih masuk dalam daftar tertinggi.
Masih dalam data BPS, ada lima provinsi dengan non-polio AFP
rate penduduk di bawah umur 15 tahun tertinggi (perhitungan per 100 ribu jiwa) di
Indonesia :
- Bali : 2,17
- Papua : 1,85
- Bangka Belitung : 1,44
- Sumatera Barat : 1,36
- Papua Barat : 1,34
Sedangkan lima provinsi dengan non-polio AFP rate penduduk
di bawah umur 15 tahun terendah di Indonesia adalah :
- Nusa Tenggara Timur : 0,00
- Lampung : 0,04
- Nusa Tenggara Barat : 0,07
- Kalimantan Barat : 0,07
- Maluku : 0,14
Tentu ini hanya secuil dari daftar panjang yang dijabarkan
oleh BPS dua tahun silam. Kendati demikian, temuan kejadian di Aceh ini
memperpanjang catatan tentang bahaya tersembunyi Polio.
Namun, Polio agaknya kini menjadi bahaya yang kembali menguat. Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu, Indonesia adalah negara ke-16 yang sudah melaporkan kasus Polio tipe 2 per-15 November 2022.
Sebelumnya ada Yaman,
Kongo, Nigeria, Central African Republic, Ghana, Somalia, Niger, Chad, Amerika
Serikat, Algeria, Mozambik, Eritrea, Togo, dan Ukraina. Sebanyak lima negara
dalam daftar tersebut sedang mengalami konflik dalam negeri. Tapi kecuali Afghanistan serta
Pakistan di mana Polio menjadi endemi.
Dalam Buletin Surveilans & Imunisasi yang diterbitkan
Kemenkes pada Maret 2020 sudah menerbitkan 5 rekomendasi terkait penanganan
Polio. Yakni :
- Penatalaksanaan imunisasi IPV perlu ditingkatkan dengan menjamin ketersediaan vaksin dan logistik yang memadai dan tepat waktu;
- Masalah keraguan terhadap suntikan ganda dapat ditangani melalui upaya komunikasi dan pelatihan bagi petugas kesehatan;
- Adanya perencanaan pengembangan pelaksanaan imunisasi PCV dan JE pada cMYP 2020-2024;
- Memastikan pengelolaan vaksin dan rantai vaksin berkualitas, mengikuti pedoman Effective Vaccine Management (EVM);
- Melakukan upaya perbaikan pada sistem pencatatan dan
pelaporan kasus KIPI ringan.
Dengan Polio yang kembali mengintai, seluruh tenaga kesehatan (termasuk dokter) kini diminta meningkatkan kewaspadaan, sembari terus mengkampanyekan pentingnya imunisasi sebagai satu-satunya pencegah paling mujarab.
Referensi :
- Pemerintah Bergerak Cepat Tangani Kasus Polio di Kabupaten Pidie. (2022, November 19). Sehat Negeriku. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20221119/1841809/pemerintah-bergerak-cepat-tangani-kasus-polio-di-kabupaten-pidie/
- He Y, Mueller S, Chipman PR, et al. (April 2003). "Complexes of poliovirus serotypes with their common cellular receptor, CD155". Journal of Virology. 77 (8): 4827–35.
- World Health Organisation (3 May 2022). "Global Wild Poliovirus 2016 ‐ 2022" (PDF). Global Polio Eradication Initiative - World Health Organization.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020, March). Buletin Surveilans dan Imunisasi. World Health Organization. https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/sit-rep/epi-vpd-bulletin-ed1.pdf?sfvrsn=ae70706f_2
- "WHO, UNICEF laud end of polio outbreak in the Philippines". www.who.int. Retrieved 30 June 2022.
Log in untuk komentar