sejawat indonesia

Protokol Penanganan dan Profilaksis Rabies

Rabies kembali menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI resmi mengumumkan bahwa terdapat 11 kasus kematian yang diakibatkan oleh rabies, dengan 95% kasus rabies disebabkan oleh gigitan anjing.

Rabies adalah penyakit disebabkan oleh virus yang yang ditularkan melalui gigitan hewan yang membawa virus rabies. Virus rabies menginfeksi sistem saraf pusat mamalia, yang pada akhirnya menyebabkan penyakit di otak dan dapat berujung kematian. Sebagian besar kasus rabies yang dilaporkan setiap tahun terjadi pada hewan liar seperti anjing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah, meskipun mamalia mana pun dapat terkena rabies.

Struktur dan Replikasi Virus        

Virus rabies termasuk dalam ordo Mononegavirales, virus dengan genom RNA beruntai negatif yang tidak tersegmentasi. Dalam kelompok ini, virus dengan bentuk "peluru" yang berbeda diklasifikasikan dalam keluarga Rhabdoviridae, yang mencakup setidaknya tiga genera virus hewan, Lyssavirus, Ephemerovirus, dan Vesiculovirus. Genus Lyssavirus termasuk virus rabies, kelelawar Lagos, virus Mokola, virus Duvenhage, virus kelelawar Eropa 1 & 2 dan virus kelelawar Australia.

Rhabdovirus memiliki panjang sekitar 180 nm dan lebar 75 nm. Genom rabies mengkode lima protein: nukleoprotein (N), fosfoprotein (P), protein matriks (M), glikoprotein (G) dan polimerase (L).

Semua rhabdovirus memiliki dua komponen struktural utama: inti ribonukleoprotein heliks (RNP) dan amplop di sekitarnya. Dalam RNP, RNA genomik terbungkus rapat oleh nukleoprotein. Dua protein virus lainnya, fospoprotein dan protein besar (L-protein atau polimerase) berhubungan dengan RNP.

Glikoprotein membentuk sekitar 400 paku trimerik yang tersusun rapat di permukaan virus. Protein M dikaitkan baik dengan amplop dan RNP dan mungkin merupakan protein pusat perakitan rhabdovirus. Struktur dasar dan komposisi virus rabies digambarkan dalam diagram longitudinal di bawah ini. Rabies adalah virus RNA. Genom mengkodekan 5 protein yang ditunjuk sebagai N, P, M, G, dan L. Urutan dan ukuran relatif gen dalam genom ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Susunan protein ini dan genom RNA menentukan struktur virus rabies.

Transmisi Virus

Virus rabies ditularkan melalui kontak langsung (seperti melalui kulit yang rusak atau selaput lendir pada mata, hidung, atau mulut) dengan air liur atau jaringan otak/sistem saraf dari hewan yang terinfeksi.

Seseorang biasanya terkena rabies dari gigitan hewan rabies. Mungkin juga, tetapi jarang, untuk mendapatkan rabies dari paparan non-gigitan, yang dapat mencakup goresan, lecet, atau luka terbuka yang terkena air liur atau bahan menular lainnya dari hewan rabies. Jenis kontak lain, seperti mengelus hewan rabies atau kontak dengan darah, urin, atau feses hewan rabies, tidak terkait dengan risiko infeksi dan tidak dianggap sebagai paparan yang mengkhawatirkan rabies.

Cara penularan lain selain gigitan dan cakaran jarang terjadi.  Menghirup virus rabies aerosol adalah salah satu jalur paparan non-gigitan yang potensial, kecuali pekerja laboratorium, kebanyakan tempat di laboratorium tidak akan ditemukan aerosol virus rabies. Penularan rabies melalui transplantasi kornea dan organ padat telah dicatat, tetapi juga sangat jarang. Hanya ada dua donor organ padat dengan rabies yang diketahui di Amerika Serikat sejak 2008.

Banyak organisasi pengadaan organ telah menambahkan pertanyaan saringan tentang paparan rabies ke dalam prosedur mereka untuk mengevaluasi kesesuaian setiap donor.

Paparan gigitan dan non-gigitan dari orang yang terinfeksi secara teoritis dapat menularkan rabies, namun hingga saat ini belum terdapat kasus seperti itu yang terdokumentasikan. Kontak biasa, seperti menyentuh penderita rabies atau kontak dengan cairan atau jaringan yang tidak menular (urin, darah, feses), tidak terkait dengan risiko infeksi.

Kontak dengan seseorang yang menerima vaksinasi rabies bukan merupakan paparan rabies, tidak menimbulkan risiko infeksi, dan tidak memerlukan profilaksis pasca pajanan.

Virus rabies menjadi tidak menular saat mengering dan terkena sinar matahari. Kondisi lingkungan yang berbeda memengaruhi kecepatan virus menjadi tidak aktif, tetapi secara umum, jika bahan yang mengandung virus kering, virus dapat dianggap tidak menular.

Kategori Luka yang Rentan Terkena Rabies

Sebelum memberikan profilaksis rabies setelah paparan, perlu diketahui mengenai kategori paparan. WHO membagi kategori paparan menjadi 3 kategori:

  1. Kategori 1: Menyentuh atau memberi makan hewan, kontak kulit intak dengan hasil sekresi/ekskresi hewan misalnya terjilat (tidak ada paparan)
  2. Kategori 2: Gigitan pada kulit yang tidak terlindungi, garukan/lecet ringan tanpa adanya perdarahan, luka kecil di tangan, badan dan kaki (terjadi paparan)
  3. Kategori 3: gigitan atau cakaran yang dalam atau pada kulit yang luka, kontaminasi membran mukosa dengan saliva dari jilatan, luka di atas bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan/kaki, genitalia, luka lebar dan dalam, luka multipel, terpapar dengan kelelawar (paparan berat)

Profilaksis setelah paparan diberikan pada kategori II dan III sedangkan pada kategori I tidak dianggap sebagai paparan rabies dan hanya perlu dilakukan pencucian area kulit yang terpapar.

Profilaksis setelah paparan juga tidak diberikan jika anjing telah diimunisasi lengkap dan efektivitas vaksin yang diberikan telah dikonfirmasi melalui bukti laboratorium. Jika tergigit ulang dalam 3 bulan setelah lengkap jadwal profilaksis setelah paparan, tidak perlu booster, cukup dengan penanganan luka saja.

Pasien dengan paparan ulang <3 bulan dari paparan sebelumnya yang sudah mendapat profilaksis setelah paparan secara lengkap tidak membutuhkan vaksinasi dan imunoglobulin, hanya penanganan luka saja. Jika paparan ulang terjadi 3 bulan atau lebih dari paparan sebelumnya, pasien dihitung sebagai pasien yang sudah divaksinasi.

Penanganan Luka

Penanganan luka harus segera dilakukan dan masih perlu dilakukan walau waktu terpajan sudah lama terjadi. Prosedur penanganan dan debridement luka adalah sebagai berikut:

  1. Cuci dan bilas luka selama 15 menit dengan sabun dan air keran mengalir atau air keran mengalir saja. Hal ini harus dilakukan secepatnya setelah gigitan terjadi sebelum dibawa ke fasilitas kesehatan jika memungkinkan
  2. Disinfeksi luka dengan detergen, etanol, alkohol 70 persen, 1-4% benzalkonium klorida, 1% centrimonium bromida, iodine (tincture atau larutan aqueous) atau dengan zat lain yang memiliki efek virusidal
  3. Tunda penjahitan jika mungkin. Namun jika luka lebar dan dalam terus mengeluarkan darah, bisa diberikan jahitan situasional yang renggang untuk menghentikan perdarahan dan pastikan serum imunoglobulin dapat diberikan secara lokal atau infiltrasi sebanyak mungkin di sekitar luka dan secara intramuskuler
  4. Antibiotik dapat diberikan pada luka yang terinfeksi
  5. Hindari memberi bahan iritatif pada luka seperti air perasan herbal, asam, alkali, dan menutup luka dengan kain pembalut atau perban
  6. Berikan profilaksis tetanus.

Pemberian Vaksin Rabies Setelah Paparan

Vaksin rabies dapat diberikan secara intradermal maupun intramuskuler. Vaksin rabies dapat diberikan pada kehamilan, ibu menyusui, dan pada bayi.

Lokasi penyuntikan intramuskuler disarankan pada lokasi berikut:

  • Anak umur <2 tahun: paha anterolateral
  • Anak umur >2 tahun dan dewasa: deltoid

Vaksin rabies tidak boleh diberikan secara intramuskuler pada area gluteal karena penyerapannya buruk, tidak dapat diprediksi serta menghasilkan titer antibodi yang rendah. Vaksin yang teregistrasi di Indonesia adalah vaksin dari sel Vero (purified verocell rabies vaccine / PVRV) dan vaksin dari sel embrio ayam (purified chick embryo cell vaccine / PCECV).

Vaksin rabies juga dapat diberikan dengan regimen alternatif sebagai berikut:

  •  2 situs injeksi intramuskuler pada hari 0 dan 1 situs injeksi intramuskuler pada hari 7 dan 21
  • 2 situs injeksi intradermal pada hari 0, 3, dan 7 (dosis injeksi intradermal 0,1 mL)

Pertimbangan untuk menggunakan regimen alternatif dipertimbangkan pada pasien yang tidak bisa datang sebanyak 4 kali ke fasilitas kesehatan. Regimen injeksi intradermal dapat dipertimbangkan jika ketersediaan vaksin terbatas karena dosis yang digunakan lebih sedikit.

Ingatlah bahwa rabies adalah urgensi medis tetapi bukan keadaan darurat. Keputusan tetap tidak boleh ditunda. Sehingga, membutuhkan perhatian atas trauma akibat serangan hewan sebelum mempertimbangkan perlunya vaksinasi rabies. Luka segera ditangani, Berkonsultasi dengan departemen kesehatan akan membantu memutuskan apakah Anda memerlukan perawatan yang dikenal sebagai profilaksis pasca pajanan rabies (PEP).

Keputusan untuk memulai PEP akan didasarkan pada jenis pajanan, apakah hewan tersebut tersedia untuk pengujian, dan informasi laboratorium dan surveilans untuk wilayah geografis tempat pajanan terjadi.

Referensi:

  • Center for Disease and Prevention. The Path of Rabies. Update 2 juni 2023.
  • World Health Organization. 2018. Rabies Vaccines and Immunoglobulins: WHO Position April 2018:
  • Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: Situasi Rabies di Indonesia. 2017
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaPanduan Terbaru Diagnosis dan Manajemen Antraks

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar