sejawat indonesia

Senyawa Etilen Glikol, Bom Waktu di Ginjal Anak

Saat ini, ada dua negara di dunia yang sedang dihebohkan dengan obat-obatan berbahaya, yakni Gambia dan Indonesia. Meski letaknya terpaut 14.200 kilometer, ternyata perkara ini sama-sama mengancam nyawa anak-anak sebab berujung pada gangguan ginjal akut.

Keberadaan perusahaan farmasi selaku produsen obat, serta sejauh mana ketegasan pemerintah masing-masing negara dalam menjalankan standar yang diterapkan, membuat masalah ini menjadi sengkarut yang kusut.

Otoritas kesehatan Gambia dan Indonesia sendiri masih mencari benang merah antara senyawa dalam obat-obatan serta gagal ginjal akut. Tapi, beberapa fakta mulai mencuat secara perlahan.

Obat Batuk Jadi Momok di Gambia

Dari rentang bulan September hingga pertengahan Oktober, pemerintah Gambia melaporkan kematian 70 anak akibat gagal ginjal akut. Menurut laporan orang tua, mereka jatuh sakit usai meminum obat sirop untuk mengobati masalah demam.

Lalu pada 5 Oktober 2022, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa kasus di Gambia ini memiliki keterkaitan dengan empat merk obat batuk dan pilek buatan salah satu perusahaan farmasi asal India yang terkontaminasi.

Para petinggi perusaahan tersebut kini sedang dalam penyelidikan pemerintah India. Aktivitas produksi mereka sudah dihentikan sejak pertengahan Oktober, setelah ditemukan pelanggaran di fasilitas produksinya di negara bagian Haryana.

Masih dalam laporan yang sama, WHO menyebut menemukan kadar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas standar. Sesuai acuan Farmakope yang diakui secara internasional, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Pemerintah Gambia kemudian memerintahkan penarikan peredaran empat merk obat sirop berbahaya berdasarkan temuan WHO, dan bahkan memperluas cakupannya termasuk obat yang mengandung parasetamol atau sirop prometazin.


Baca Juga :


Sudah 141 Anak Meninggal di Indonesia

Sama dengan India, kasus gagal ginjal akut mulai mencuat pada September 2022. Dalam data terbaru pada Senin kemarin (24/10/2022), Kementerian Kesehatan menyebut bahwa ada 245 anak di 26 provinsi yang menderita penyakit gagal ginjal akut. Sebanyak 141 anak meninggal dunia, melampaui Gambia.

Demi mencari tahu apakah masalah ini sama dengan yang dihadapi oleh negara di Afrika Barat tersebut, Kemenkes serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sampling dan pengujian terhadap obat sirop yang beredar di pasaran.

Hasilnya, ada tiga merk obat yang dinyatakan mengandung senyawa pelarut EG dan DEG melebih ambang batas. Semuanya berasal dari satu perusahaan farmasi yang sama. Meski begitu, perusahaan produsen obat itu menolak hasilnya dengan alasan selalu taat kepada aturan yang berlaku sejak eksis pada 1970-an.

BPOM sendiri pada Minggu 23 Oktober menyatakan bahwa ada 23 produk yang bebas dari empat pelarut yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol dan atau gliserin/gliserol sehingga aman digunakan. Meski begitu, banyak pihak menyuarakan rasa heran kenapa BPOM tak melakukan kontrol kandungan secara berkala, dan bahkan meloloskannya.

Di sisi lain, BPOM belum ingin mengatakan bahwa tiga obat dengan senyawa pelarut EG dan DEG melebihi TDI sebagai penyebab kasus gagal ginjal akut. Mereka meminta publik untuk menunggu hasil investigasi dari Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Etilen Glikol Seperti Bom Waktu

Senyawa etilen glikol dan dietilen glikol adalah bahan kimia beracun mengandung alkohol yang kerap digunakan dalam pembuatan cat dan tinta. Efek yang ditimbulkan jika dikonsumsi melebihi ambang batas adalah mood swing, kram perut, mual, muntah dan diare. Jika terlalu parah, akan berujung kerusakan pada ginjal, hati dan sistem saraf pusat.

Kedua senyawa pelarut tersebut memang terasa manis, tapi justru kerap disalahgunakan untuk mengganti propilen glikol dan polietilen glikol, sebuah praktik yang dilarang keras.

Menurut  Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Prof. apt. Muchtaridi, PhD, seperti dilansir situs resmi Unpad pada 19 Oktober 2022, praktik tersebut masih berlangsung lantaran pihak perusahaan farmasi yang nakal ingin menekan ongkos produksi, sebab EG dan DEG dibanderol dengan harga murah.


(Gambar : Rute pembentukan etilen glikol dan propilen glikol dari selulosa.)

Ketika masuk dalam tubuh, senyawa EG dan DEG ini mengalami oksidasi oleh enzim sehingga menjadi glikol aldehid. Senyawa tersebut kembali dioksidasi menjadi asam glikol oksalat dan selanjutnya berubah menjadi asam oksalat. Asam oksalat inilah yang memicu pembentukan batu ginjal.

Prof. Muchtaridi menyebut bahwa asam oksalat jika sudah mengkristal akan berbentuk seperti jarum tajam. Dengan tingkat kelarutan yang kecil, asam oksalat berubah menjadi garam yang sukar larut air jika bertemu kalsium dalam tubuh. Alhasil, mereka akan langsung menuju organ vital seperti empedu dan ginjal. Jika tiba di ginjal, asam oksalat ini akan menjadi batu ginjal.

Anak-anak --balita hingga 18 tahun-- jadi kelompok yang paling terancam lantaran ukuran ginjalnya lebih kecil dengan dampak lebih parah. Prof. Muchtariadi juga menyebut bahwa kematian juga berasal dari efek asam oksalat yang terasa hingga ke jantung.

Kondisi iklim Gambia dan Indonesia yang tropis-kering juga disebut mempercepat pembentukan asam oksalat dalam tubuh anak-anak yang mengonsumsi obat dengan kandungan EG dan DEG.

Respons Kemenkes dan Panduan Pertolongan Pertama

Kemenkes sudah menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada 22 September 2022.

Dalam panduan tersebut, dinyatakan bahwa fase pertama dalam panduan tata laksana tersebut adalah pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin pada pasien anak-anak dengan gejala.

Di sisi lain, sebuah panduan juga diterbitkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada 2021 terkait pertolongan pertama saat mengalami kontaminasi EG dan DEG.

Jika terkena mata :

  • Segera jauhkan pasien atau korban dari benda penyebab paparan etilen glikol,
  • Cuci mata dengan air hangat setidaknya selama 15 menit, dan
  • Segera cari pertolongan medis.

Jika terkontaminasi saat menelan :

  • Segera jauhkan pasien atau korban dari benda penyebab paparan etilen glikol,
  • Pastikan jalan napas pasien atau korban tidak terhalang,
  • Jangan paksa korban untuk muntah,
  • Saat mengalami kejang, berikan diazepam kepada korban berdasarkan resep dokter atau sesuai protokol yang berlaku,
  • Pantau fungsi jantung korban dan evaluasi tekanan darah, irama jantung abnormal, dan penurunan fungsi pernapasan,
  • Evaluasi kondisi gula darah rendah, gangguan elektrolit, dan kadar oksigen rendah.,
  • Segera cari pertolongan medis.

Jika terkontaminasi saat menghirup :

  • Segera jauhkan pasien atau korban dari benda penyebab paparan etilen glikol,
  • Kaji fungsi pernafasan dan nadi,
  • Pastikan jalan napas korban tidak terhalang,
  • Jika ada sesak napas atau kesulitan bernapas, berikan ruang bagi korban untuk bernapas,
  • Jika pernapasan telah berhenti (apnea), berikan pernapasan buatan, dan
  • Segera cari pertolongan medis.

Keracunan etilen glikol terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah antara 30 menit hingga 12 jam setelah paparan. Tahap kedua adalah 12 hingga 24 jam setelah paparan. Tahap ketiga adalah 24 hingga 72 jam dari paparan. Karena itu perlu penanganan yang cepat dan tepat, serta kepekaan orang tua atas kondisi terkini sang buah hati.


Referensi :

  • Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 22 September 2022.
  • Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak Meningkat, Orang Tua Diminta Waspada. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (n.d.). Retrieved October 19, 2022, from https://www.kemkes.go.id/article/view/22101800001/kasus-gagal-ginjal-akut-pada-anak-meningkat-orang-tua-diminta-waspada.html
  • Uras, U. (2022, October 24). Children's deaths in the Gambia and Indonesia: What to know. News | Al Jazeera. Retrieved October 26, 2022, from https://www.aljazeera.com/news/2022/10/24/children-deaths-the-gambia-indonesia-what-to-know 
  • World Health Organization. (n.d.). Medical product alert No. 6/2022: Substandard (contaminated) paediatric medicines. World Health Organization. Retrieved October 26, 2022, from https://www.who.int/news/item/05-10-2022-medical-product-alert-n-6-2022-substandard-(contaminated)-paediatric-medicines 
  • Centers for Disease Control and Prevention. (2021, October 20). Ethylene glycol: Systemic agent. Centers for Disease Control and Prevention. Retrieved October 26, 2022, from https://www.cdc.gov/niosh/ershdb/emergencyresponsecard_29750031.html 
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaFomepizole, Sang Penawar Bahaya Etilen Glikol

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar