Berbagai Mitos tentang Penyakit Radang Usus
Penyakit Radang Usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang meliputi penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, menyerang jutaan orang di seluruh dunia dan merupakan tantangan besar dalam bidang gastroenterologi. Meskipun kesadaran masyarakat semakin meningkat, namun masih banyak mitos dan kesalahpahaman tentang IBD, bahkan di kalangan profesional kesehatan. Mitos tentang IBD dapat menyebabkan kesalahpahaman, perawatan yang tidak memadai, dan ketakutan yang tidak perlu bagi pasien dan keluarga mereka.
Berikut ini beberapa mitos umum tentang IBD:
Mitos 1: Penyakit Radang Usus Sama dengan Sindrom Iritasi Usus
Salah satu kesalahpahaman yang paling umum adalah bahwa penyakit radang usus (IBD) dan sindrom iritasi usus (IBS) adalah kondisi yang sama. Meskipun kedua kondisi tersebut memengaruhi saluran pencernaan dan dapat menyebabkan nyeri perut, kembung, dan diare, mekanisme dan implikasi yang mendasarinya sangat berbeda.
Perbedaan Antara IBD dan IBS:
- IBD merupakan kondisi autoimun yang melibatkan peradangan kronis pada saluran gastrointestinal (GI), yang menyebabkan potensi komplikasi seperti tukak usus, penyempitan, dan bahkan kanker.
- Di sisi lain, IBS adalah gangguan gastrointestinal fungsional tanpa komponen inflamasi. IBS melibatkan interaksi otak-usus yang abnormal dan tidak menyebabkan kerusakan usus atau meningkatkan risiko kanker.
Memahami perbedaan ini penting, karena dapat memengaruhi pendekatan diagnostik, manajemen, dan pemantauan jangka panjang pasien.
Mitos 2: IBD Hanya Memengaruhi Saluran Pencernaan
Kesalahpahaman lain adalah bahwa IBD hanya memengaruhi saluran pencernaan. Penyakit Crohn dan kolitis ulseratif menyebabkan peradangan di usus, sedangkan IBD dapat memiliki manifestasi ekstra-intestinal yang memengaruhi bagian tubuh lainnya.
Manifestasi Ekstra-intestinal yang umum terjadi pada IBD:
- Persendian: Artritis merupakan masalah umum di antara pasien IBD, dengan beberapa mengalami artritis perifer atau ankylosing spondylitis.
- Kulit : Kondisi seperti eritema nodosum dan pioderma gangrenosum dapat berkembang, menyebabkan rasa nyeri, dan peradangan lesi kulit.
- Mata : Uveitis dan episkleritis adalah kondisi peradangan yang dapat memengaruhi individu dengan IBD.
- Hati : Kolangitis sklerosis primer, satu kondisi hati yang parah, lebih umum terjadi pada pasien dengan kolitis ulseratif.
Gejala ekstra-intestinal terkadang dapat mendahului gejala GI atau berlanjut secara independen, sehingga mempersulit diagnosis dan rencana pengobatan.
Mitos 3: Pola Makan dan Gaya Hidup yang Buruk Menyebabkan IBD
Meskipun faktor pola makan dan gaya hidup dapat memperburuk gejala atau memicu flare-up pada individu dengan IBD, keduanya bukanlah akar penyebab penyakit. IBD adalah penyakit multifaktorial yang kompleks, melibatkan kombinasi predisposisi genetik, pemicu lingkungan, dan disregulasi sistem imun.
Genetika juga memainkan peran penting, dengan banyak gen yang dikaitkan dengan peningkatan risiko IBD. Gen NOD2, misalnya, dikaitkan dengan penyakit Crohn, terutama pada individu keturunan Eropa. Memiliki anggota keluarga dengan IBD meningkatkan risiko seseorang, yang menunjukkan komponen keturunan yang kuat.
Mitos 4: Stres adalah Penyebab Utama IBD
Stres tidak menyebabkan IBD, tetapi dapat memperburuk gejala atau memicu flare-up pada pasien. Hidup dengan penyakit kronis seperti IBD dapat menimbulkan stres, dan manajemen stres sangat penting untuk mempertahankan kontrol gejala, tetapi stres bukanlah akar penyebab penyakit.
Stres dapat memengaruhi sumbu otak-usus, yang menyebabkan peningkatan sensitivitas di usus dan memicu gejala. Namun, IBD pada dasarnya adalah penyakit inflamasi dengan dasar biologis. Perawatan harus difokuskan pada pengendalian peradangan melalui pengobatan, perubahan gaya hidup, dan, jika perlu, pembedahan.
Mitos 5: Pembedahan adalah Obat untuk IBD
Beberapa orang percaya bahwa pembedahan dapat menyembuhkan IBD, tetapi ini tidak sepenuhnya benar. Pembedahan dapat menyembuhkan kolitis ulseratif jika seluruh usus besar dan rektum diangkat (proktokolektomi). Namun, untuk penyakit Crohn, pembedahan tidak menyembuhkan, karena penyakit ini dapat memengaruhi bagian mana pun dari saluran GI dan sering kambuh bahkan setelah reseksi bedah.
Lalu, kapan pembedahan diperlukan? Pembedahan mungkin diperlukan untuk mengobati komplikasi IBD, seperti striktur, fistula, dan abses, tetapi tidak menghilangkan proses inflamasi yang mendasarinya. Pasien harus menyadari bahwa pembedahan merupakan bagian dari penanganan penyakit, bukan sebuah solusi permanen.
Mitos 6: IBD adalah Penyakit Langka
Penyakit Radang Usus bukanlah kondisi langka; penyakit ini semakin umum di banyak bagian dunia. Bukan lagi di Amerika dan Eropa, namun negara-negara di kawasan Asia pun tercatat memiliki tren kasus yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Kemungkinan karena perubahan pola makan, urbanisasi, dan faktor lingkungan.
Beban prevalensi global IBD di 204 negara dan wilayah. (A) Jumlah absolut kasus IBD yang lazim pada tahun 2019. (B) Tingkat prevalensi IBD yang disesuaikan dengan usia (per 100.000 penduduk) pada tahun 2019. (C) EAPC tingkat prevalensi IBD yang disesuaikan dengan usia antara tahun 1990 dan 2019.
Bahkan, IBD memiliki angka mortalitas 17,1 per 1.000 orang per tahun. Kesadaran yang lebih besar dan alat diagnostik yang lebih baik telah berkontribusi untuk mengidentifikasi lebih banyak kasus, yang menyoroti pentingnya mendidik pasien dan profesional perawatan kesehatan.
Mitos 7: Semua Pasien IBD Mengalami Gejala yang Sama
IBD sangat bervariasi, dengan gejala mulai dari ringan hingga berat, tergantung pada individu dan lokasi peradangan di saluran cerna. Beberapa orang mungkin mengalami periode remisi yang lama, sementara yang lain mengalami kambuhnya penyakit dengan gejala yang terus-menerus.
BACA JUGA:
Variabilitas Gejala:
- Penyakit Crohn: Penyakit ini dapat memengaruhi bagian mana pun dari saluran pencernaan, yang menyebabkan beragam gejala, termasuk sakit perut, diare, dan kekurangan gizi.
- Kolitis Ulseratif : Kondisi ini terutama menyerang usus besar, yang menyebabkan diare berdarah, keinginan untuk buang air besar yang mendesak, dan rasa tidak nyaman di perut.
Oleh karena itu, pengobatan IBD disesuaikan dengan gejala, lokasi penyakit, dan tingkat keparahan setiap pasien, sehingga perawatan yang dipersonalisasi menjadi penting.
Mitos 8: IBD Dapat Disembuhkan dengan Diet atau Suplemen Tertentu
Meskipun diet memainkan peran penting dalam mengelola gejala IBD, tidak ada bukti bahwa diet atau suplemen tertentu dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Strategi diet tertentu, seperti diet rendah FODMAP atau diet Mediterania yang dimodifikasi, dapat membantu mengendalikan gejala, tetapi tidak menyembuhkan.
Pasien dengan IBD mungkin perlu mengubah diet mereka selama flare-up untuk meminimalkan gejala, dengan fokus pada makanan padat nutrisi dan anti-inflamasi. Namun, pendekatan seimbang yang menggabungkan pengobatan dan nutrisi adalah strategi yang paling efektif untuk mengelola penyakit.
Mitos 9: Anak-anak Tidak Mengalami IBD
IBD dapat memengaruhi orang-orang dari segala usia, termasuk anak-anak. Faktanya, kasus IBD pada anak-anak sedang meningkat, dengan beberapa anak mengembangkan penyakit ini sejak masa bayi.
Anak-anak dengan IBD menghadapi tantangan unik, termasuk keterlambatan pertumbuhan, pubertas tertunda, dan dampak psikologis karena sifat kronis penyakit tersebut. Mengelola IBD pediatrik seringkali memerlukan pendekatan khusus yang mempertimbangkan kebutuhan fisik dan emosional anak.
Mitos 10: Pasien IBD Harus Menghindari Aktivitas Fisik
Olahraga seringkali dihindari oleh orang-orang dengan IBD karena takut gejalanya semakin parah. Namun, aktivitas fisik telah terbukti bermanfaat bagi pasien IBD dengan meningkatkan kebugaran secara keseluruhan, mengurangi stres, dan bahkan mungkin mengurangi peradangan.
Studi menunjukkan bahwa olahraga sedang dapat meningkatkan kualitas hidup, mengurangi kelelahan, dan meningkatkan suasana hati bagi individu dengan IBD. Olahraga harus disesuaikan dengan tingkat toleransi individu, tetapi gerakan teratur umumnya dianjurkan sebagai bagian dari rencana manajemen holistik.
Mitos 11: Efek Samping Obat Selalu Parah dalam Pengobatan IBD
Banyak orang khawatir tentang efek samping obat IBD, terutama biologik dan imunosupresan. Meskipun efek samping dapat terjadi, sebagian besar pasien menoleransi obat-obatan ini dengan baik, dan manfaat mengendalikan peradangan lebih besar daripada risikonya dalam banyak kasus.
Terapi Biologik telah mengubah pengobatan IBD, menawarkan terapi yang ditargetkan dengan lebih sedikit efek samping daripada steroid tradisional. Pemantauan rutin membantu mendeteksi efek samping lebih awal, menjadikan pengobatan sebagai pilihan yang aman dan efektif bagi banyak pasien IBD.
Mitos 12: Kambuhnya Penyakit Selalu Disebabkan oleh Kesalahan Pasien
Umumnya orang menyalahkan diri sendiri atas kambuhnya penyakit, mengira penyakit itu dipicu oleh sesuatu yang mereka makan, lakukan, atau tidak lakukan. Namun, kambuhnya penyakit seringkali tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi meskipun pasien telah berupaya sebaik mungkin untuk menjaga kesehatan mereka.
Kambuhnya penyakit dapat dipicu oleh faktor-faktor yang berada di luar kendali pasien, termasuk perubahan hormon, infeksi, dan bahkan perubahan musim. Meskipun perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko, kambuhnya penyakit merupakan bagian yang diharapkan dari hidup dengan IBD dan tidak selalu dapat dicegah.
Kesimpulan
Mitos dan kesalahpahaman tentang penyakit radang usus dapat memengaruhi perawatan pasien, persepsi diri, dan pengelolaan kondisi kronis ini. Sangat penting bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan untuk tetap mendapatkan informasi, dengan mengandalkan penelitian terkini dan panduan ahli. Memahami realitas IBD memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang lebih baik tentang perawatan mereka dan membantu mengurangi stigma yang terkait dengan penyakit tersebut.
Referensi:
- Olfatifar, M., Zali, M.R., Pourhoseingholi, M.A. et al. The emerging epidemic of inflammatory bowel disease in Asia and Iran by 2035: A modeling study. BMC Gastroenterol 21, 204 (2021).
- Wang R, Li Z, Liu S, et alGlobal, regional and national burden of inflammatory bowel disease in 204 countries and territories from 1990 to 2019: a systematic analysis based on the Global Burden of Disease Study 2019BMJ Open 2023
- The Crohn's & Colitis Foundation
- The World Gastroenterology Organisation (WGO)
Log in untuk komentar