Memulihkan Irama Jantung: Tatalaksana Penanganan Kegawatdaruratan Aritmia
Aritmia mencakup seluruh keadaan yang disebabkan oleh kelainan denyut jantung dan irama jantung. Secara garis besar berdasarkan frekuensi denyut jantung, aritmia dibagi menjadi bradiaritmia dan takiaritmia. Pasien aritmia dapat memiliki gejala klinis yang beragam, mulai dari asimtomatik hingga yang paling parah sudden cardiac arrest.
Aritmia merupakan kelainan ritme jantung. Ritme jantung yang normal yaitu hanya ritme sinus, yaitu impuls yang berasal dari nodus sinoatrial yang berjalan turun menuju nodus atrioventrikular.
Prevalensi aritmia yaitu 1,5%-5% pada populasi general dengan fibrilasi atrium merupakan penyebab terbanyak. Secara umum, aritmia pada jantung dapat meningkatkan morbiditas maupun mortalitas pada pasien akibat gangguan hemodinamik.
Takiaritmia dan Alur Tatalaksananya
Takiaritmia adalah kondisi denyut ventrikel lebih dari 100 kali/menit. Takiaritmia dibagi menjadi :
- Supraventricular Takikardi, aritmia yang berasal dari atas AV node. Yang termasuk jenis ini adalah Atrial fibrilasi, Atrial flutter, atrial takikardi, Atrial premature complex (PAC), Atrioventricular nodal reentrant tachycardia (AVNRT) Atrioventricular reentrant tachycardia (AVRT), dan AV junctional extrasystoles.
- Ventrikular Takikardi, aritmia yang berasal dari bawah AV node. Yang termasuk jenis ini adalah Ventricular fibrillation (V-fib), Ventricular premature beats (PVC), dan Ventricular tachycardia.
Algoritma tatalaksana takiaritmia digunakan untuk tatalaksana takikardi stabil maupun tidak stabil. SVT merupakan jenis takiaritmia yang paling sering. Terdapat beberapa jenis SVT, dan AVNRT merupakan yang paling sering. AVNRT dapat diterapi dengan manuver vagal dan adenosin.
Yang penting untuk diingat dalam algoritma ini adalah jika takiaritmia tidak stabil, kardioversi merupakan pilihan pertama. Ketika mendapat pasien dengan takikardi, yang dilakukan pertama kali adalah menentukan apakah gejala klinis yang ada memang disebabkan oleh takikardi atau kondisi lain.
Jika denyut jantung < 150 kali/menit kecil, kemungkinan dapat menimbulkan gejala instabilitas, kecuali jika terdapat gangguan ventrikel. Evaluasi awal meliputi evaluasi jalan napas dan pernapasan. Karena hipoksemia merupakan penyebab umum takikardi, maka diberikan oksigen dan bantuan pernapasan bila diperlukan.
Baca Juga :
- Ritme Jantung yang Tidak Normal Berhubungan dengan Risiko Kanker
- Pengaruh Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Penyakit Jantung Kongenital
Pasang monitor irama jantung, awasi tekanan darah, dan saturasi oksigen serta pasang akses intravena bila memungkinkan. Bila gejala klinis memang disebabkan kondisi takikardi, maka lakukan tatalaksana takikardi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk evaluasi takikardi adalah pastikan apakah takikardi tersebut adalah irama sinus atau bukan. Jika bukan irama sinus, selanjutnya tentukan apakah pasien dalam kondisi stabil atau tidak (Langkah 3).
Perlu dibedakan antara takikardi simtomatik dan takikardi tidak stabil. Takikardi dapat menimbulkan gejala seperti berdebar, kepala ringan atau napas tidak nyaman (takikardi simtomatik). Tapi pasien masih mungkin stabil.
Takikardi yang menimbulkan ketidakstabilan (hipotensi, penurunan kesadaran, tanda syok, nyeri dada iskemik, dan gagal jantung akut) pada pasien, disebabkan oleh menurunnya curah jantung yang menyebabkan gangguan fungsi organ akut yang jika tidak ditangani dapat menimbulkan henti jantung.
Jika pasien dalam kondisi stabil tidak dilakukan kardioversi listrik, tapi jika kondisinya tidak stabil, perlu dilakukan kardioversi listrik dengan menentukan berapa dosis yang diberikan (Langkah 4). Jika kondisi takikardi stabil, langkah selanjutnya adalah dengan menganalisa apakah kompleks QRS lebar atau sempit dan nilai ketaraturan kompleks QRS (langkah 5).
Tatalaksana Takikardi dengan Kompleks QRS sempit (< 0.12 Detik)
Jika saat identifikasi kompleks QRS tampak sempit dan teratur, dapat dilakukan manuver vagal. Manuver vagal dan adenosin merupakan pilihan pada keadaan PSVT (Paroxysmal Supraventricular Tachycardia) stabil.
Dengan manuver vagal, dapat 25% dari PSVT dapat dihentikan. Manuver vagal yang cukup efektif dan sering dilakukan adalah pijat sinus karotis. Sebelum melakukan pijat sinus karotis, perlu diperiksa adanya keadaan yang merupakan kontraindikasi manuver vagal, yaitu :
- Riwayat Infark Miokard.
- Riwayat TIA atau stroke dalam 3 bulan terakhir.
- Riwayat Ventricular fibrilation atau Ventricular tachycardi.
- Adanya bruit pada arteri Karotis.
Jika PSVT tidak merespons dengan manuver vagal, maka diberikan adenosin 6 mg IV secara cepat melalui vena berdiameter besar diikuti dengan flush menggunakan cairan NaCl 0.9% 20 mL. Jika irama jantung tidak berubah dalam 1-2 menit maka diberikan adenosin 12 mg IV secara cepat dengan cara yang sama.
Konversi PSVT dengan adenosin ataupun penghambat kanal kalsium (CCB/calcium channel blocker) memberikan hasil sama. Tapi adenosin memiliki efek lebih cepat untuk terminasi PSVT.
Jika pada langkah 5 didapatkan takikardi dengan QRS sempit tidak teratur (Atrial fibrilasi), diperlukan penanganan cepat dan terpadu. Pasien dengan atrial fibrilasi memiliki risiko kardioemboli terutama bila durasi lebih dari 48 jam.
Kardioversi elektrik atau farmakologik (konversi menjadi irama sinus) tidak boleh dilakukan pada pasien ini kecuali pada pasien tidak stabil. Tindakan alternatif adalah dengan melakukan kardioversi setelah pemberian antikoagulan heparin dan pemeriksaan ekokardiografi transesofageal untuk memastikan tidak adanya trombis di atrium kiri.
Pada pasien atrial fibrilasi yang stabil, dilakukan kontrol kecepatan irama ventrikel sesuai dengan gejala dan hemodinamik pasien. Kardioversi dilakukan pada pasien atrial fibrilasi dengan hemodinamik yang tidak stabil dan harus dilakukan secepatnya.
Takikardi dengan Kompleks QRS Lebar (> 0.12 Detik)
Takikardi QRS lebar biasanya berasal dari ventrikel (VT). Adenosin tidak boleh diberikan pada takikardia kompleks lebar yang tidak stabil atau irregular atau polimorfik, karena dapat menyebabkan perburukan menjadi VF.
Tetapi bila takikardia QRS lebar yang stabil memiliki irama yang regular dan monomorfik, adenosin IV relatif aman untuk dipertimbangkan pemakaiannya, baik untuk pengobatan maupun diagnosis (Langkah 6).
Pemberian adenosin sama dengan pemberian pada PSVT : 6 mg IV bolus cepat, setelah itu dapat diberikan bolus 12 mg yang pertama dan kemudian bolus 12 mg yang kedua jika irama tidak terkonversi. Defibrilator harus tersedia jika akan memberikan adenosin pada takikardi QRS lebar.
Pada pasien VT yang stabil, maka obat antiaritmia atau kardioversi elektif adalah tatalaksana pilihan. Jika antiaritmia IV diberikan, prokainamide, amiodarone atau sotalol dapat dipertimbangkan. Prokainamide dan sotalol harus dihindari pada pasien dengan interval QT memanjang.
Jika terapi antiaritmia tidak berhasil, maka kardioversi atau konsultasi lanjut harus dipertimbangkan. Penggunaan prokainamide (10 mg/kgBB) lebih direkomendasikan dibandingkan lidokain (1.5 mg/kgBB) untuk terminasi VT monomorfik stabil.
Prokainamid dapat diberikan dengan kecepatan 20-50 mg/menit hingga aritmia tereliminas, terjadi hipotensi, durasi QRS meningkat >50%, atau dosis maksimum sebesar 17 mg/kgBB telah tercapai.
Takikardi QRS lebar tidak teratur biasanya disebabkan oleh atrial fibrillation dengan konduksi aberan, atrial fibrilation dengan pre-eksitasi, atau VT polimorfik.
- Atrial fibrilasi dengan konduksi aberan sama dengan atrial fibrillation pada umumnya
- Pada pasien atrial fibrillation pre-eksitasi membutuhkan kardioversi elektrik secepatnya. Ketika kardioversi elektrik tidak tersedia atau tidak efektif, atrial fibrillation rekuren maka penggunaan obat kontrol irama seperti amiodarone dapat digunakan baik dalam mengontrol kecepatan atau stabilisasi irama.
- VT polimorfik biasanya memerlukan defibrilasi secepatnya dengan energi yang sama dengan VF. Obat farmakologik untuk mencegah rekurensi VT. Obat farmakologik untuk mencegah rekurensi VT polimorfik ditujukan pada penyebab yang mendasari dan ada tidaknya pemanjangan interval QT pada irama sinus.
Bradiaritmia dan Alur Tatalaksana
Bradiaritmia adalah kondisi di mana denyut jantung di bawah dari 60 kali per menit dan terdiri dari atrioventrikular block, dan gangguan sinus bradikardi.
Berisi garis besar dari urutan-urutan bagaimana mengkaji dan menangani pasien dengan bradikardi simptomatik dengan denyut nadi ada. Penatalaksanaan algoritme ini dimulai dengan mengidentifikasi adanya bradikardi. Algoritma terapi berisi pengkajian dan penanganan pasien bradiaritmia dengan denyut nadi. Penatalaksanaan dimulai dengan identifikasi adanya bradikardi dengan frekuensi denyut jantung kurang dari 50x/menit.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu pengkajian dasar (BLS Assessment) dan pengkajian primer (Primary Assessment) seperti manajemen jalan nafas dan bantuan sirkulasi, pemberian oksigen jika ada indikasi, monitoring irama jantung dan pengukuran tanda vital, pemasangan akses intravena dan EKG 12 lead.
Hal lain yang perlu diperhatikan apabila bradikardi yang terjadi menimbulkan gejala penurunan perfusi. disebabkan oleh bradikardi, seperti hipotensi, perubahan status mental, tanda syok, nyeri dada iskemik, dan tanda-tanda syok seperti akral dingin, CRT memanjang dan lain-lain. Jika perfusi adekuat, pasien hanya perlu dilakukan observasi dan pengawasan.
Namun jika perfusi pasien tidak baik, langkah selanjutnya adalah pemberian atropin. Atropin yang diberikan dengan dosis 0.5 mg IV setiap 3-5 menit sampai dosis total 0.04 mg/kg (total dosis maksimal 3 mg). Dosis yang lebih kecil dari 0.5 mg dapat memberikan efek yang berlawanan yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung.
Apabila dengan pemberian atropin tidak memperbaiki frekuensi denyut jantung, maka pasien akan disiapkan untuk TCP (Pacu Jantung Transkutan) atau pertimbangkan untuk pemberian dopamin drips atau epinefrin drips.
- Dosis epinefrin drip 2-10 mcg/menit dan dapat dinaikkan sampai pasien berespons.
- Dosis Dopamin drip 2-20 mcg/kg/menit dan apat dinaikkan sampai pasien berespons.
Dosis dopamin yang lebih rendah mempunyai efek yang lebih spesifik terhadap inotropik dan peningkatan frekuensi denyut jantung, dan dosis dopamin yang lebih besar (lebih dari 10 mcg/kg/menit), lebih berefek sebagai vasokonstriktor
Pacu Jantung Transkutan (TCP)
TCP merupakan suatu alat yang dapat memacu jantung dengan mengirimkan stimulus listrik, menyebabkan terjadinya depolarisasi listrik dan diikuti dengan kontraksi jantung. TCP mengirimkan impuls-impuls listrk dari alat pacu sampai ke jantung melalui kulit dengan menggunakan elektrode-elektrode yang ditempel secara transkutan.
Kebanyakan alat pacu jantung saat ini telah dilengkapi dengan defibrilator manual. Indikasi pemasangan TCP sebagai berikut :
- Bradikardi dengan hemodinamik tidak stabil (hipotensi, perubahan status mental akut, ada tanda-tanda shok, nyeri dada iskemik, gagal jantung akut).
- Kondisi klinis tidak stabil dikarenakan bradikardi.
- Dipasang untuk irama jantung :
- Sinus Bradikardi Simptomatik (AV Blok derajat II tipe Mobitz I, AV Blok derajat IIi, RBBB atau LBBB baru atau bifasikular blok).
- Bradikardi dengan irama ventricular escape yang simptomatik.
Langkah penanganan yang tepat untuk aritmia sangat penting demi keselamatan pasien yang ditangani. Maka, setiap langkah harus dilakukan dengan presisi.
Ketahui lebih banyak tentang penanganan kondisi aritmia bersama ahlinya melalui LIVE CME Cepat Tanggap Perawatan Aritmia.
Penulis : dr. Dody Abdullah Attamimi
Referensi :
- Desai D, Hajouli S. Arrhytmias. NCBI. 2022.
- Dakota I. Buku Ajar Advanced Cardiac life Support (ACLS). Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. 2019.
- Ashish R, Panchal, Jason A. Adult Basic and Advanced Life Support: 2020 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. AHA Journal. 2020.
Log in untuk komentar