sejawat indonesia

Posisi Kursi di Ruang Perawatan memengaruhi Hubungan Dokter dan Pasien

Perawatan berbasis etiket adalah praktik yang menekankan tata krama dan perilaku yang baik saat berkomunikasi dengan pasien. Praktik tersebut telah terbukti memberikan efek menguntungkan pada hubungan dokter-pasien. Salah satunya adalah duduk di samping tempat tidur pasien dikaitkan dengan peningkatan komunikasi pasien-dokter, kepuasan, dan kepercayaan pasien. 

Terkesan mudah. Namun, di tengah kesibukan, mungkin menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan untuk duduk bersama pasien secara teratur, terbukti dari penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa dokter rawat inap hanya duduk dalam satu dari lima pertemuan dengan pasien. 

Hasil studi yang terbit Desember 2023 lalu ini menemukan bahwa penempatan kursi yang dekat dengan tempat tidur pasien secara signifikan memengaruhi perilaku dokter dan kepuasan pasien. Peneliti membagi dokter dalam dua kelompok. Kelompok pertama, dokter diintervensi untuk duduk, dan kelompok kedua dibebaskan alias tergantung kecenderungan mereka. Berikut beberapa poin dari temuan tersebut:

  • Perilaku Duduk: Studi ini mengamati bahwa dari 60 pertemuan, dokter duduk sebanyak 38 pertemuan (63%) ketika kursi diletakkan lebih dekat ke tempat tidur pasien. Sementara, hanya 5 dari 65 pertemuan (8%) dokter akan duduk ketika kursi berada di tempat sebelumnya (lebih jauh dari tempat tidur pasien).
  • Waktu Duduk: Dokter menghabiskan rata-rata 9,8 menit untuk duduk bersama pasien selama pertemuan.
  • Kepuasan Pasien: Dokter mendapat skor kepuasan pasien 4% lebih tinggi

Namun, meskipun kursi sudah tersedia dan berjarak beberapa meter dari tempat tidur pasien pada kedua kelompok penelitian, terdapat perbedaan signifikan dalam kecenderungan dokter untuk duduk. Hal tersebut menunjukkan bahwa aksesibilitas kursi itu sendiri tidak cukup untuk mendorong dokter untuk duduk atau dengan kata lain dokter memerlukan semacam intervensi atau anjuran khusus.

Visualisasi penempatan kursi. Seperti biasa (atas); Model Intervensi (bawah)

Setelah melakukan intervensi atau imbauan sederhana, penelitian tersebut menemukan bahwa terjadi peningkatan peluang duduk sebesar 20 kali lipat dan hanya 1,8 kursi yang perlu dipindahkan agar dokter mau untuk duduk.

Lebih lanjut, pasien yang dirawat oleh dokter setelah intervensi/imbauan merasa lebih percaya diri dengan rencana dokternya dan lebih mendapat informasi tentang perawatannya.

Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa lingkungan yang dirancang untuk berdampak pada etiket dokter dapat berdampak penting pada pengalaman pasien. Hal tersebut konsisten dengan penelitian di bidang lingkungan kesehatan dan literatur desain, yang menunjukkan bahwa karakteristik desain fisik seperti kebersihan ruangan, kebisingan sekitar, dan jarak pandang atau lokasi dari ruang perawatan dapat berdampak pada kepuasan pasien. 

Bahkan, sebuah penelitian menemukan bahwa orientasi spasial ruangan dikaitkan dengan peningkatan persepsi pasien terhadap keterampilan, kesopanan, dan kasih sayang dokter yang akan merawat mereka.


BACA JUGA:


Temuan dari penelitian tersebut adalah lanjutan dari temuan-temuan sebelumnya terkait dampak komunikasi nonverbal dokter ke pasien. Komunikasi nonverbal seperti kontak mata, modulasi suara, dan postur tubuh dapat meningkatkan hubungan dokter-pasien secara signifikan. Misalnya, duduk bersama pasien sehingga kedua pihak berinteraksi pada ketinggian (dan pijakan) yang sama melambangkan empati dan pertukaran ide yang setara. 

Selain itu, menjaga kontak mata dengan pasien atau duduk di samping tempat tidur pasien dapat meningkatkan kualitas komunikasi antara dokter dan pasien.

Namun, harus diingat bahwa komunikasi nonverbal atau perawatan berbasis etiket, sangat dipengaruhi berbagai konteks. Utamanya, faktor sosial, budaya, dan ekonomi pasien dan lokasi perawatan. Misalnya, kontak mata di satu wilayah bisa saja dimaknai berbeda di wilayah lain, atau untuk usia dan gender tertentu.

Untuk mengatasi faktor tersebut, dokter dan pasien dapat melakukan beberapa langkah:

  1. Memahami Norma Budaya: Baik dokter maupun pasien harus berupaya untuk memahami norma budaya dan gaya komunikasi masing-masing. Hal ini mencakup kesadaran akan peran hierarki, etiket, dan tingkah laku yang diharapkan dapat memengaruhi komunikasi secara berbeda berdasarkan latar belakang dan kondisi pasien.
  2. Fleksibilitas dan Adaptasi: Dokter harus terbuka untuk mengadaptasi gaya komunikasi mereka untuk mengakomodasi preferensi budaya pasiennya. Hal ini mungkin melibatkan kewaspadaan terhadap isyarat non-verbal, seperti menjaga kontak mata dan postur tubuh yang sesuai dengan pasien.
  3. Penelitian Lintas Budaya: Penelitian lintas budaya lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap kompleksitas komunikasi dokter-pasien yang dipengaruhi oleh norma budaya, pencapaian pendidikan, jenis kelamin, usia, etnis, dan lingkungan. Memahami faktor-faktor unik ini dapat membantu membentuk strategi komunikasi yang lebih efektif.

Dengan mengambil langkah-langkah tersebut, dokter dan pasien dapat berupaya menjembatani berbagai perbedaan di antara mereka dan meningkatkan efektivitas komunikasi dalam layanan kesehatan.


​Referensi:

Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaObat dan Perawatan Baru yang Potensial di Tahun 2024

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar