sejawat indonesia

Mengenal Pemicu dan Gejala LUTS, Gangguan pada Saluran Kemih

Definisi LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) masih nonspesifik. LUTS biasanya digunakan untuk istilah umum kombinasi gejala saluran kencing yang menyebabkan overaktivitas kantung kencing (frekuensi, urgensi, dan nokturia) akibat suatu keadaan/penyakit yang jadi pemicu.

Frekuensi adalah BAK lebih dari 8 kali sehari, urgensi adalah ketidakmampuan untuk menahan BAK, dan nokturia adalah seringnya bangun pada malam hari untuk BAK. Konsensus internasional mendefinisikan LUTS sebagai kumpulan gejala akibat gangguan pada fase penyimpanan urin, mikturisi, dan post-mikturisi yang sering terjadi di kalangan lelaki yang mengalami penuaan.

Terdapat banyak penyebab dari LUTS, mulai dari kelainan struktur dan fungsi prostat, urethra, vesica urinaria (VU) dan sphincter pada saluran kemih. Pada laki-laki, penyebab paling umum adalah BPH (Benign Prostate Hypertrophy) yang dapat menyebabkan obstruksi saluran kencing.

BPH terjadi akibat jumlah sel pada prostat yang meningkat. Penyebab-penyebab lain yang dapat menyebabkan LUTS diantaranya adalah kelemahan dan overaktivitas muskulus detrusor, inflamasi prostat (prostatitis), infeksi saluran kemih, kanker prostar, dan penyakit neurologis.

Faktor Risiko Perkembangan LUTS

LUTS merupakan interaksi kompleks antara kelainan VU dan traktus urinarius pada pasien pria. Oleh karena itu, faktor-faktor yang memengaruhi struktur VU, prostat, dan uretra dapat memicu LUTS. Usia, hormon, proses inflamasi, gaya hidup, penyakit metabolik, faktor kongenital, dan faktor sosioekonomi bisa dikaitkan dengan faktor risiko timbulnya LUTS. 

Terdapat peningkatan risiko yang saling berhubungan antara obesitas, BPH dan LUTS, di mana faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan keparahan dari LUTS. Selain itu lingkar perut di atas normal juga dikaitkan dengan insiden LUTS.

Adiposit yang berada pada lemak perifer akan mengaromatisasi testosteron menjadi estrogen yang merupakan stimulator pertumbuhan stroma, menyebabkan peningkatan statis aliran akibat obstruksi penyebab gejala LUTS. Adiposit ini juga berperan dalam produksi sitokin pro-inflamasi yang menyebabkan inflamasi pada prostat.

Faktor gaya hidup, salah satunya adalah merokok yang juga dapat meningkatkan risiko dan severitas dari LUTS. Nikotin yang terkandung dalam rokok meningkatkan aktivitas simpatis dan meningkatkan testosteron. Inflamasi juga berperan penting menyebabkan LUTS dan BPH dan telah terlihat pada pemeriksaan histologis.

Hal ini terlihat dari peningkatan C-Reactive Protein (CRP) yang ditemukan pada pasien BPH dan LUTS. Penuaan juga berkaitan dengan proses inflamasi yang meningkatkan risiko terjadinya LUTS. Selain itu, penuaan juga dikaitkan dengan perubahan hormonal dan gangguan mitogensis yang dikaitkan dengan BPH dan LUTS.

Beberapa penyakit, seperti sindrom metabolik, diabetes mellitus, dan hipertensi juga merupakan faktor risiko munculnya LUTS yang dikaitkan dengan perubahan metabolisme selular.


Baca Juga :


LUTS Fase Pengosongan dan Post-Mikturisi

LUTS fase pengosongan (voiding) dan post mikturisi ditandai dengan gejala yang muncul pada saat atau segera setelah fase mikturisi. Gejala LUTS Voiding ditandai dengan aliran kencing yang lambat, berselang, keraguan hasrat BAK, aliran kencing yang split, mengedan ketika hendak BAK, dan adanya dribbling setelah BAK (tetesan urin involunter yang terjadi setelah BAK).

Gejala voiding yang lebih berat dapat menyebabkan nyeri berat akibat retensi urin, sehingga memerlukan kateterisasi emergensi untuk menangani keadaan akut ini. Yang termasuk gejala LUTS pasca-mikturisi diantaranya adalah sensasi BAK yang tidak puas, dan/atau adanya gejala dribbling setelah BAK.

LUTS fase pengosongan dan pasca-mikturisi dapat diakibatkan oleh BPH atau kurangnya aktivitas muskulus detrusor. Bladder Outlet Obstruction (BOO) merupakan keadaan terganggunya saluran keluar kemih yang ditandai dengan peningkatan tekanan muskulus detrusor dan menurunnya aliran urin.

LUTS Akibat Gangguan Penyimpanan Urin

Beberapa gejala yang diakibatkan oleh LUTS karena gangguan penyimpanan urin di VU. Diantaranya adalah frekuensi pada siang hari, urgensi, nokturia, dan inkontinensia. LUTS akibat gangguan penyimpanan urin diakibatkan oleh inflamasi yang mengenai saluran kencing bagian bawah.

Yang termasuk keadaan ini adalah overactive bladder syndrome (OAB). Ditandai dengan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia, biasanya disertai dengan peningkatan frekuensi di siang hari, dan nokturia jika tidak adanya bukti infeksi atau patologi lain yang menyertai.

Menurut ICS (International Continence Society), nokturia didefinisikan sebagai gejala berupa bangun pada malam hari sekali atau lebih sehari untuk BAK. Tiap BAK diawali dan diakhiri dengan tidur.

Berdasarkan patofisiologinya nokturia dibagi menjadi 4 kategori, yaitu adanya peningkatan produksi urin harian (24 hour polyuria), Peningkatan produksi urin yang hanya terjadi pada malam hari (Nocturnal polyuria), gangguan tidur primer dan sekunder, atau berkurangnya kapasitas kantung kencing.

Gambar 1 : Mekanisme yang mendasari terjadinya LUTS pada pria (BPO : Benign Prostatic Obstruction, DUA : Detrusor Underactivity, OAB : Overactive Bladder, NP : Nocturnal Polyuria, PCa : Prostate Cancer).

Komplikasi

Jika penyakit yang mendasari tidak segera diatasi, maka komplikasi yang dapat terjadi adalah retensi urin akut (AUR/Acute Urinary Retention). Deteksi dini terkait komplikasi ini sangat penting untuk menurunkan morbiditas bahkan mortalitas pasien.

Retensi urin akut merupakan kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk berkemih atau mengosongkan kantung kemih. Walaupun sering terjadi spontan, dan tidak diprediksi, hal ini juga dapat dipicu oleh anestesi, atau penggunaan obat-obatan seperti asimpatomimetik dan agen antikolinergik.

Retensi urin akut juga merupakan salah satu komplikasi yang paling sering membutuhkan rawat inap, dan memengaruhi kualitas hidup pada pasien dengan gejala LUTS. Retensi urin kronik yang terjadi dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi lain seperti infeksi saluran kencing, pembentukan batu saluran kencing (nefrolithiasis), hemauria, kerusakan dinding kantung kencing dan kerusakan ginjal.

Selain itu, BPH juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi pada pria (Gambar 2). Disfungsi ereksi biasanya merupakan komplikasi dari BPH yang terjadi pada pasien lansia karena kedua hal ini saling berkaitan. Disfungsi ereksi dikaitkan dengan perubahan kadar nitrit oksida, hiperaktivitas autonom, perubahan jalur rho-kinase/endothelin, dan atherosclerosis pada vaskular pelvis.


Gambar 2 : Beberapa kaitan antara komplikasi LUTS, AKI (Acute Kidney Injury), CKD (Chronic Kidney Disease), ED (Erectile Dysfunction), UTI (Urinary Tract Infection), dan beberapa komplikasi lain dari BPH akibat terjadinya retensi urin kronik seperti UTI (Urinary Tract Infection), pembentukan batu saluran kencing, hematuria, dan kerusakan dinding kantung kencing dan kerusakan ginjal. 

Infeksi saluran kencing (ISK) diklasifikasikan menjadi simpel dan komplikata. ISK komplikasi merupakan jenis ISK yang terjadi akibat kelainan struktural maupun fungsional dari sistem genito-urinal.

Beberapa organisme yang berperan menyebabkan komplikasi ISK yang paling sering adalah Escherichia coli, yang lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria. Pada individu dengan penggunaan kateter menetap, bakteri penghasil urease lebih banyak menyebabkan infeksi seperti Proteus mirabilis, Providencia stuartii, dan Morganella morganii

BPH dapat meningkatkan tekanan intra-vesikal akibat obstruksi saluran kencing yang dapat menyebabkan perubahan struktur dari dinding kantung kencing. Salah satu perubahan struktur yang terjadi adalah hipertrofi muskulus detrusor pada VU.

Dengan menggunakan ultrasound dapat dilihat adanya hipertrofi kantung kencing, dan pada bentuk yang lebih berat dapat terlihat peningkatan jaringan konfektif terhadap otot polos lebih dari 30% pada VU. fibrosis dinding kantung kencing juga sering terjadi pada BPH akibat deposisi protein kolagen dan matriks lain akibat iskemia yang disebabkan oleh obstruksi parisal saluran kencing.

Secara histologis, pada jaringan fibrotik akan terlihat peningkatan produksi kolagen tipe 3, diikuti oleh peningkatan produksi kolagen tipe 1 pada fase lanjut. Hal ini akan menyebabkan penurunan compliance dinding kantung kencing, sehingga kantung kencing menjadi lebih kaku dengan tekanan intra-vesika yang tinggi.

Gangguan ginjal kronik (CKD/Chronic Kidney Disease), didefisinisikan sebagai kadar GFR (glomerular filtration rate) kurang dari 60 ml/menit/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih dan sering diakibatkan oleh BPH.

Patofisiologi yang sering mendasari kejadian ini adalah CKD akibat nefritis interstisial. Retensi urin kronik merupakan salah satu penyebab dasar timbulnya CKD pada pasien dengan gejala LUTS/BPH. Dilatasi saluran kencing bagian atas menyebabkan peningkatan kreatinin serum yang ditemukan setengah dari jumlah seluruh pasien dengan BPH.

Retensi urin kronik juga dapat menyebabkan nilai GFR yang menurun. Infeksi saluran kemih berulang dapat akibat retensi urin akut yang juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya CKD.

Diagnosis adanya gangguan ginjal kronik maupun akut yang diakibatkan oleh BPH/LUTS memerlukan pemeriksaan pencitraan dari saluran kencing untuk melihat adanya hidronefrosis dan mengukur nilai eGFR dan kreatinin serum.

Terbentuknya batu saluran kencing biasanya didahului dengan infeksi saluran kencing berulang, adanya volume residu pada kantung kencing merupakan salah satu indikasi untuk melakukan operasi saluran kemih. Pembentukan batu multipel merupakan yang paling sering terjadi pada kasus dengan volume residu urin (25-30%).

Presentasi klinis dari adanya nefrolithiasis adalah hematuria dan terlihat maupun tidak terlihat, nyeri abdomen, retensi urin akibat obstruksi, infeksi saluran kemih rekuren, hingga dapat menimbulkan adanya tanda sepsis pada kasus yang berat. Hematuria sering terjadi juga pada pasien dengan BPH dan merupakan indikasi untuk dilakukan rujukan spesialistik.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya vaskularitas dari prostat yang membesar, sehingga pembuluh darah superfisial akan bergesekan dengan struktur sekitar ketika melakukan aktivitas fisik.

Terbentuknya clot dapat terjadi pada keadaan ini, tapi hematuria merupakan manifestasi tersering. Finasteride merupakan salah satu terapi yang sering di resepkan pada keadaan hematuria akibat BPH. Obat ini bekerja dengan cara menurunkan densitas mikrovaskular dan menurunkan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor).


Penulis : dr. Dody Abdullah Attamimi

Referensi :

  • Abdelmoteleb H, et al. Assessment and management of male lower urinary tract symptoms (LUTS). Elsevier International Journal of Surgery. 2016.
  • Speakman MJ. Management of the complications of BPH/BOO. Department of Urology, Musgrove Park Hospital. 2015.
  • Roehrborn CG, Malice MP, Cook TJ. Clinical Predictors of Spontaneous Acute Urinary Retention in Men with LUTS and Clinical BPH : A Comprehensive Analysis of the Pooled Placebo Groups of Several Large Clinical Trials. Elsevier. 2001.
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres
Artikel selanjutnyaSmartphone untuk Foto Klinis Pasien, Bagaimana Pandangan Etisnya?

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar