Sebuah Paradoks pada Parkinson: Makin Tinggi Dopamin, Makin Tinggi Tingkat Tremor
Para peneliti dari Yayasan Champalimaud telah mengungkap hubungan membingungkan antara dopamin dan resting tremor pada penyakit Parkinson. Mereka menemukan bahwa dopamin yang terjaga di wilayah otak tertentu sebenarnya dapat berkontribusi terhadap gejala tremor, temuan yang cukup menantang kepercayaan umum.
Penyakit Parkinson adalah kelainan neurologis progresif yang dikenal karena gejala motoriknya yang khas: tremor, kekakuan, dan gerakan yang lambat. Di antara semua itu, resting tremor—getaran yang terjadi saat otot dalam keadaan rileks—adalah salah satu yang paling dikenal tetapi paling kurang dipahami.
Studi yang diterbitkan di npj Parkinson's Disease tersebut menawarkan wawasan baru tentang hubungan kompleks antara resting tremor dan dopamin, pembawa pesan kimiawi yang memainkan peran penting dalam mengoordinasikan gerakan.
Paradoks dopamin
Hilangnya dopamin di daerah otak seperti putamen, yang terkait dengan pengaturan gerakan, merupakan ciri khas parkinson yang sudah diketahui. Namun, saat beberapa pasien mengalami perbaikan tremor yang signifikan dengan terapi penggantian dopamin seperti L-DOPA, pasien yang lain justru hanya mengalami sedikit atau tidak ada perbaikan, bahkan gejalanya memburuk.
Pandangan konvensional menyatakan bahwa dopamin yang lebih sedikit akan menyebabkan gejala yang lebih parah. Namun, para peneliti menemukan hal yang sebaliknya berlaku pada resting tremor.
Hal yang luput diamati selama ini
Dengan menggunakan data dari pasien di Champalimaud Clinical Center dan basis data publik, para peneliti menganalisis informasi lebih dari 500 pasien. Kumpulan data yang beragam tersebut mencakup penilaian klinis, pemindaian DaT untuk memvisualisasikan neuron dopaminergik, dan sensor gerak yang dapat dikenakan untuk mengukur tingkat keparahan tremor secara tepat.
Di permukaan, pasien dengan dan tanpa kehilangan dopamin di kaudat tampak serupa. Namun, sensor gerak mampu mengungkap perbedaan halus dalam osilasi tremor yang mungkin terlewatkan oleh skala penilaian klinis tradisional, dan relatif mudah digunakan, memungkinkan para peneliti untuk menghubungkan gejala dengan apa yang terjadi di otak.
Dengan menggabungkan data pencitraan dengan pengukuran dari sensor tersebut, para peneliti mengamati hubungan yang jelas antara fungsi dopamin di nukleus kaudatus dan tingkat keparahan resting tremor secara umum. Semakin banyak aktivitas dopamin yang dipertahankan di nukleus kaudatus, maka akan semakin kuat tremornya.
Kehadiran Resting Tremor pada Parkinson dikaitkan dengan rasio pengikatan kaudat yang lebih tinggi.
Salah satu temuan penelitian yang paling menarik adalah semakin banyak dopamin yang tertahan di bagian berekor pada satu sisi otak (setiap belahan memiliki bagian berekornya sendiri), semakin banyak pula tremor yang terjadi pada sisi tubuh yang sama.
Menantang klasifikasi konvensional
Studi ini didasarkan pada temuan sebelumnya oleh tim yang sama, diterbitkan dalam Neurobiology of Disease, yang menunjukkan pentingnya mengobati resting tremor secara terpisah dari gejala motorik lainnya—berbeda dari pendekatan tradisional yang menyatukan gejala-gejala ini.
Penelitian mereka sebelumnya mengungkapkan bahwa resting tremor bervariasi tergantung pada jenis perkembangan PD: tremor, terutama yang resisten terhadap pengobatan, lebih umum terjadi pada pasien yang menunjukkan Parkinson brain-first, sementara mereka yang tidak mengalami tremor menunjukkan pola gejala yang lebih sesuai dengan Parkinson gut-first, di mana proses penyakit dimulai di usus dan menyebar ke otak.
BACA JUGA:
- Dua Faktor Risiko Baru untuk Demensia
- Mungkinkah Kita telah Keliru Memahami Alzheimer?
- Bagaimana Anestesi Menyebabkan Kerusakan Otak
Studi baru ini memperluas jalur penyelidikan tersebut, dengan menunjukkan bahwa tingkat keparahan resting tremor mungkin terkait dengan sirkuit otak tertentu.
Kehilangan dopamin pada pasien parkinson tidak seragam—setiap pasien mungkin kehilangan dopamin di sirkuit yang berbeda. Dengan berfokus pada resting tremor secara terpisah, membuat para peneliti dapat lebih baik untuk menentukan jalur saraf spesifik yang terlibat. Misalnya, dapatkah tremor disebabkan oleh ketidakseimbangan dopamin antara kaudatus dan putamen? Mengidentifikasi korelasi biologis yang andal untuk gejala individual sangat penting, karena hal itu membuka jalan bagi terapi yang lebih terarah yang bertujuan untuk meredakannya.
Implikasi terhadap pengobatan dan penelitian di masa depan
Penelitian tersebut menyoroti pentingnya cara pandang yang melampaui klasifikasi umum dalam Parkinson dan menggarisbawahi perlunya pendekatan yang lebih bernuansa yang diinformasikan oleh biologi yang mendasarinya.
Dengan mengidentifikasi sirkuit saraf spesifik yang terlibat, para peneliti berharap dapat menjernihkan kebingungan seputar heterogenitas gejala Parkinson dan berkontribusi pada intervensi yang lebih tepat yang dapat meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang terkena penyakit ini.
Referensi:
Mendonça, M.D., Ferreira, P.C., Oliveira, F. et al. Relative sparing of dopaminergic terminals in the caudate nucleus is a feature of rest tremor in Parkinson’s disease. npj Parkinsons Dis. 10, 209 (2024). https://doi.org/10.1038/s41531-024-00818-8
Log in untuk komentar