sejawat indonesia

Ketika Pasien Meminta Pengobatan Alternatif

Di era praktik kedokteran yang berpusat pada pasien, salah satu topik yang penuh nuansa dan seringkali kontroversial adalah ketika pengobatan berbasis bukti yang berpadu dengan empati, harus dinegosiasi dengan intervensi ‘alami’ yang diminta oleh pasien. 

Bayangkan seorang pasien dengan migrain kronis bertanya apakah akupuntur dapat membantu? Anda tahu buktinya lemah, efek sampingnya minimal, dan pasien sangat ingin sembuh. Apakah Anda akan mendukung atau tetap teguh pada jalur pengobatan berbasis bukti murni? 

Ilustrasi tersebut adalah salah satu persimpangan etika yang dihadapi banyak dokter: Perlukah dokter merekomendasikan pengobatan alternatif ketika buktinya lemah, meski dengan risiko minimal? 

Apa sebenarnya arti "Pengobatan Alternatif"? 

Pengobatan alternatif — terkadang disebut sebagai komplementer, tradisional, atau integratif — mengacu pada praktik yang berada di luar model medis standar. Ini termasuk: akupunktur, homeopati, obat herbal, reiki dan penyembuhan energi, aromaterapi, pengobatan tradisional cina, ayurveda, serta perawatan kiropraktik.

Beberapa praktik tersebut dievaluasi melalui studi yang ketat, sementara yang lain tetap berakar pada tradisi, anekdot, atau sistem kepercayaan, bukan data. 

Namun, terdapat perbedaan mendasar antara yang komplementer dan yang alternatif. Kedua istilah tersebut merujuk pada pengobatan, seperti herbal atau akupuntur yang berada di luar arus utama medis. Namun, pengobatan komplementer adalah pengobatan yang menggunakan terapi-terapi tersebut bersama dengan pengobatan medis barat. Sedangkan, pengobatan alternatif adalah pengobatan yang menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut sebagai pengganti pengobatan medis arus utama.

Loyalitas Dokter: Sains vs. Pereda Gejala 

Seperti yang kita ketahui dengan pasti bahwa pendidikan kedokteran menekankan prinsip-prinsip: 

  • Mematuhi protokol berbasis bukti 
  • Melindungi pasien dari penipuan dan praktik palsu
  • Menjaga integritas profesional 

Namun, apa yang terjadi jika pasien meminta sesuatu yang "alami", non-invasif, dan aman — dan sungguh-sungguh yakin bahwa itu dapat membantu? 

Apakah tidak ilmiah untuk mempertimbangkan sesuatu yang mungkin berhasil, meskipun kita tidak sepenuhnya memahami alasannya? Di titik itulah pelatihan tradisional bertemu dengan seni pengobatan. 

Efek Plasebo: Penyembuhan Nyata dari Pengobatan "Palsu"? 

Efek plasebo bukanlah tipuan — itu adalah fenomena yang dapat diukur secara klinis. Mekanismenya meliputi: 

  • Aktivasi opioid endogen 
  • Mengurangi persepsi nyeri melalui modulasi kortikal 
  • Peningkatan kepatuhan pengobatan karena optimisme 
  • Manfaat psikologis dari “didengarkan” 

Jika akupuntur meredakan migrain karena ekspektasi dan bukan penempatan jarum yang tepat — apakah itu tidak berguna? Atau apakah itu alat yang ampuh untuk hubungan pikiran-tubuh? 

Jika seorang pasien minum teh kamomil setiap malam dan melaporkan lebih sedikit gejala IBS — bahkan jika uji coba terkontrol acak tidak mengesankan — haruskah kita mengabaikan pengalaman mereka?


BACA JUGA:


Tidak Berbahaya bukan berarti Bebas Risiko 

Menganggap yang alami sama dengan aman adalah sebuah kesalahpahaman. Sebab, tetap dihantui berbagai risiko, misalnya: 

  • Keterlambatan akses terhadap pengobatan berbasis bukti (misalnya, penggunaan ramuan herbal sebagai pengganti insulin atau kemoterapi) 
  • Interaksi obat herbal, seperti St. John's Wort mengurangi kemanjuran antidepresan atau imunosupresan 
  • Kontaminasi logam berat pada produk yang tidak diregulasi 
  • Eksploitasi oleh praktisi yang tidak memiliki izin dan tidak bertanggung jawab 

Jadi, meskipun intervensi tersebut tampak tidak berbahaya, dokter harus mempertimbangkan risiko di dunia nyata, bukan hanya risiko teoritis. 

Etika Kejujuran: Haruskah Anda Berpura-pura? 

Ada batasan etika yang tidak boleh dikaburkan. 

  • Merekomendasikan sesuatu yang tidak Anda percayai? Itu tidak jujur. 
  • Mengatakan bahwa suatu pengobatan berhasil padahal bukti mengatakan sebaliknya? Itu menyesatkan. 
  • Tetap samar-samar untuk membuat pasien senang? Itu dapat menumbuhkan harapan palsu. 

Pendekatan etis adalah transparansi. Misalnya:

"Tidak ada bukti klinis yang kuat bahwa ini membantu, tetapi beberapa pasien melaporkan manfaatnya. Ini relatif aman, jadi jika Anda tertarik, saya akan membantu Anda menggunakannya dengan cara yang bertanggung jawab."

Saran seperti itu dapat mendukung otonomi pasien tanpa mengorbankan kejujuran profesional. 

Kepekaan Budaya: Pengobatan Alternatif tidak selalu "Alternatif" 

Di banyak bagian dunia, apa yang kita sebut "alternatif" justru adalah metode pengobatan yang utama. Misalnya: 

  • Pengobatan herbal yang diwariskan dari generasi ke generasi 
  • Tradisi penyembuhan keagamaan atau spiritual 
  • Pijat dan terapi manual digunakan sebagai pengobatan lini pertama 

Sikap kaku yang hanya mengikuti metode dari barat berisiko mengasingkan pasien dan tidak menghormati warisan budaya. Dengan mengakui peran praktik tersebut dalam pandangan dunia pasien, dokter dapat membangun kepercayaan — dan berpotensi meningkatkan kepatuhan terhadap terapi konvensional.

Pasien biasanya tidak mencari pengobatan alternatif karena mereka telah kehilangan kepercayaan pada sains. Mereka beralih ke pengobatan alternatif karena berbagai alasan, seperti: 

  • Mereka merasa ditinggalkan atau diabaikan 
  • Kondisi kronis mereka tidak dapat disembuhkan secara efektif 
  • Mereka mendambakan kendali atas kesehatan mereka 
  • Mereka butuh harapan — dan seseorang yang mau mendengarkan 

Di sini, peran dokter bergeser dari penjaga gerbang menjadi pemandu. Anda dapat membuka kemungkinan tersebut dengan: 

"Mari kita bahas ini bersama-sama. Saya akan membantu Anda memilih opsi yang berisiko rendah dan memantau bagaimana Anda menanggapinya." 

Strategi komunikasi seperti itu bukan mengabaikan bukti. Namun, mempraktikkan empati yang berdasarkan bukti. 

Model Integratif: Sebuah Jalan Tengah 

Pengobatan integratif bukanlah pseudosains. Ia adalah pendekatan yang sadar bukti dengan menggabungkan terapi konvensional dan komplementer di bawah pengawasan profesional. 

Contohnya meliputi: 

  • Akupuntur untuk nyeri kronis 
  • Terapi kognitif mindfulness untuk depresi 
  • Yoga untuk PTSD atau nyeri punggung bawah kronis 
  • Pengobatan herbal yang dikelola bersama dalam pengaturan onkologi 

Lembaga-lembaga kesehatan dunia pun tidak lagi mengabaikan pengobatan komplementer — mereka mempelajarinya dan mengintegrasikannya dengan saksama. NICE (UK) mendukung akupunktur untuk kondisi nyeri kronis tertentu; NCCIH (USA) mendanai penelitian tentang terapi integratif, termasuk yoga dan suplemen herbal; WHO mendorong pengintegrasian pengobatan tradisional ke dalam sistem kesehatan dengan cara yang peka terhadap budaya. 

Kuncinya bukanlah apakah akan menggunakan pengobatan alternatif — tetapi bagaimana dan mengapa merekomendasikannya. 

Berikut tips jika Anda perlu menyarankan pengobatan alternatif atau pendekatan yang lebih ‘alami’:

  • Klarifikasi motivasi pasien: Apakah mereka mencari rasa lega, pemberdayaan, keakraban metode dengan budaya/kebiasaan, atau makna spiritual? 
  • Periksa interaksi, alergi, atau masalah regulasi 
  • Hindari janji: katakan, "Buktinya terbatas, tetapi secara umum dianggap berisiko rendah. Mari kita lihat bagaimana perasaan Anda setelah mencobanya." 
  • Dokumentasikan semua diskusi dalam rekam medis 
  • Jelaskan bahwa ini adalah tambahan, bukan pengganti pengobatan konvensional 
  • Berikan sumber atau rujukan yang dapat diandalkan — bukan tautan YouTube 
  • Jika Anda merasa tidak yakin, rujuk pasien ke klinik atau penyedia pengobatan integratif 

Ingat, Anda tidak hanya meresepkan pengobatan — Anda membentuk keyakinan, harapan, dan perilaku. 

Menjadi dokter tidak berarti memuja data. Itu berarti mengintegrasikan bukti dengan empati, alasan dengan hubungan dokter-pasien. Haruskah Anda merekomendasikan pengobatan alternatif ketika buktinya lemah tetapi terapinya aman? Ya — tetapi tidak dengan begitu saja. Bukan sebagai jalan pintas. Bukan karena putus asa. Lakukan dengan penuh kesadaran. Lakukan secara transparan. Lakukan sebagai bagian dari rencana bersama — bukan kompromi yang putus asa. 

Anda tidak mengkhianati sains dengan mengakui bahwa pengalaman manusia lebih kompleks daripada yang dapat sepenuhnya ditangkap oleh uji coba terkontrol secara acak. Ketika dilakukan secara etis, hati-hati, dan kolaboratif, merekomendasikan terapi alternatif berisiko rendah, mungkin tidak merusak pengobatan berbasis bukti — itu mungkin membuatnya lebih manusiawi. Anda tidak menggantikan sains. Anda menghormati pasien. Anda membimbing pilihan mereka, sekaligus memperluas gagasan tentang seperti apa arti ‘kedokteran’ itu sendiri.


Referensi:

  • NIH, National Center for Complementary and Integrative Health: “Are You Considering a Complementary Health Approach?” “Complementary, Alternative, or Integrative Health: What’s in a Name?” “Types of Complementary Health Approaches.”
  • American Academy of Medical Acupuncture: “Can Acupuncture Help My Condition?”
  • Merck Manual: “Overview of Complementary and Alternative Medicine.”
  • UpToDate: “Patient Education: Complementary and Alternative Medicine Treatments (CAM) for Cancer (Beyond the Basics).”
  • American Cancer Society: “How Are Complementary Methods Used to Manage Cancer?”
  • NIH: “Botanical Dietary Supplements.”
  • World Health Organization: “Acupuncture-related Adverse Events; a Systematic Review of the Chinese Literature.”
  • Kisling LA, Stiegmann RA. Alternative Medicine. [Updated 2024 Feb 26]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Jan-. 
  • Tangkiatkumjai, M., Boardman, H. & Walker, DM. Potential factors that influence usage of complementary and alternative medicine worldwide: a systematic review. BMC Complement Med Ther 20, 363 (2020). https://doi.org/10.1186/s12906-020-03157-2
Tags :
Artikel sebelumnya5 Vitamin Terbaik Penghilang Stres

Event Mendatang

Komentar (0)
Komentar

Log in untuk komentar